Aksi Aparat Ini Jadi Dasar TPF Aremania Sebut Ada Kejahatan Kemanusiaan Sistematis di Kanjuruhan
TPF Aremania menyatakan Ada sejumlah dasar untuk menyatakan aksi aparat keamanan di Tragedi Kanjuruhan adalah kejahatan kemanusiaan sistematis
Editor: Hasiolan Eko P Gultom

Aksi Aparat Ini yang Jadi Dasar TPF Aremania Sebut Ada kejahatan kemanusiaan Sistematis di Kanjuruhan
TRIBUNNEWS.COM - Tim Pencari Fakta (TPF) Aremania menyebut telah terjadi kejahatan kemanusiaan secara sistematis dari aparat keamanan dalam peristiwa Tragedi Kanjuruhan.
Hal itu membuat TPF Aremania meminta bantuan Komnas HAM untuk membentuk tim penyelidik.
Diketahui, Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca-laga Arema vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) malam dalam pertandingan Liga 1 2022.
Baca juga: Aremania, Bobotoh, Bonek, dan The Jakmania Bertemu di FGD, PSSI: Kita Akan Bersatu Lebih Banyak Lagi
Baca juga: Sederet Pelatih Calon Pengganti Shin Tae-yong Menyusul Rekomendasi TGIPF Minta Iwan Bule Mundur
Saat itu, Persebaya menang untuk kali pertama dalam 23 tahun terakhir atas Arema FC.
Kekalahan itu membuat sejumlah suporter Arema FC turun dari tribune dan masuk area lapangan.
Kerusuhan tersebut semakin membesar ketika sejumlah flare dilemparkan termasuk benda-benda lainnya.
Aparat keamanan gabungan dari Kepolisian dan TNI berusaha menghalau para suporter hingga akhirnya menggunakan tembakan gas air mata.
Baca juga: Kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan: 3 Poin Kesalahan Suporter, Termasuk Pukul Pemain Arema

Tercatat, jumlah keseluruhan korban tragedi Kanjuruhan sebanyak 754 orang.
Dari jumlah itu, sebanyak 132 orang meninggal dunia, luka ringan hingga sedang sebanyak 596 orang, dan luka berat 26 orang.
Sebelumnya, TGIPF sudah menyimpulkan bahwa tembakan gas air mata jadi yang paling bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
Tembakan gas air mata dari aparat keamanan diarahkan ke berbagai penjuru stadion, termasuk ke arah tribune yang menyebabkan kepanikan dan kematian massal.
Karena itu, TPF Aremania dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk membentuk tim penyelidik.
Baca juga: PSSI Cuma Tunduk ke FIFA, Pemerintah Tak Bisa Intervensi KLB, Apa Langkah Presiden Jokowi ke Gianni?

Hal ini untuk melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat keamanan.
"Kami meminta Komnas HAM, lembaga negara yang berwenang terkait hal ini, untuk membentuk tim penyelidik untuk dugaan pelanggaran berat HAM," kata Sekretaris Jenderal Kontras, Andy Irfan, dilansir BolaSport dari Antaranews pada Sabtu (15/10/2022).
Menurut Andy, ada indikasi kejahatan yang sistematis dari sikap aparat keamanan pada malam kelam di Stadion Kanjuruhan seusai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Indikasi tersebut dapat dilihat dari adanya tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat keamanan.
"Ada sejumlah dasar untuk menyatakan hal itu adalah kejahatan sistematis," ujarnya.
Baca juga: Kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuruhan: Aparat Tembakkan Gas Air Mata Secara Membabi Buta
"Personel di lapangan melakukan tindak kekerasan di lapangan itu bukan atas inisiatif dirinya sendiri, tetapi karena ada arahan dari perwira atasan," kata Andy.
Dia menambahkan beberapa catatan yang wajib dilakukan penyelidikan mendalam untuk pihak yang memiliki kewenangan, yaitu Komnas HAM.
Selain itu, kejadian tersebut juga diyakini merupakan kejahatan kemanusiaan.
Pasalnya, serangan dari aparat keamanan diarahkan langsung kepada masyarakat sipil yang tidak bersenjata.
Tim juga meyakini bahwa korban meninggal dunia akibat terkena tembakan gas air mata.
Baca juga: Kesimpulan TGIPF Tragedi Kanjuran: 8 Poin Kelalaian PSSI, Enggan Bertanggung Jawab Atas Insiden
"Kami meyakini ini adalah peristiwa kejahatan kemanusiaan. Serangan aparatur keamanan kepada masyarakat sipil tidak bersenjata," katanya.
TPF Aremania juga meminta Polri melalui Divisi Profesi dan Pengamanan untuk memeriksa seluruh perwira yang memiliki rantai komando pertanggungjawaban dalam pengerahan personel di Stadion Kanjuruhan.
"Juga memeriksa seluruh personel di lapisan paling bawah yang memang secara agresif melakukan tindak kekerasan. Tanpa memeriksa, kita tidak akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," katanya. (Sasongko Dwi Saputro/BolaSport)