Timnas Indonesia Ala Shin Tae-yong di Piala AFF 2022, Jago Serangan Balik Tapi Lemah Saat Finishing
Shin Tae-yong mendesain skuad Garuda di Piala AFF 2022 untuk lihai menyerang balik. Masalahnya, metode ini membutuhkan kemampuan finishing andal
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Timnas Indonesia Ala Shin Tae-yong di Piala AFF 2022, Jago Serangan Balik Tapi Lemah di Finishing
TRIBUNNEWS.COM - Dari tiga laga yang sudah dijalani Timnas Indonesia di Piala AFF 2022, tampak pelatih Shin Tae-yong menerapkan pola permainan bukan lewat cara penguasaan bola (ball possession) selama mungkin.
Sebaliknya, Shin Tae-yong mendesain skuad Garuda di Piala AFF 2022 untuk lihai menyerang balik.
Masalahnya, metode ini membutuhkan kemampuan finishing andal untuk memanfaatkan peluang sekecil apapun menjadi gol.
Inilah yang menjadi kendala.
Baca juga: Buruknya Finishing Penyerang Timnas Indonesia, 3 Peluang Gagal Gol Jadi Lawakan Dunia Internasional
Baca juga: Witan Sulaeman Gagal Cetak Gol ke Gawang Kosong, Shin Tae-yong Sampai Tertunduk dan Berlutut
Shin Tae-yong terlihat mendesain timnas Indonesia untuk melakukan pressing tinggi dan menyerang dalam transisi.
Hal tersebut dapat terlihat dalam laga timnas Indonesia kontra Thailand di laga ketiga Piala AFF 2022, Kamis (29/12/2022).
Timnas Indonesia bermain di kandang sendiri dan mendapat dukungan 50 ribu suporter, tetapi lebih banyak bermain menunggu.
Baca juga: Laga Krusial Filipina vs Timnas Indonesia, Shin Tae-yong: Tak Usah Khawatir, Sudah Pasti Kita Menang
Dilansir dari Lapangbola, Thailand menguasai permainan hingga 63 persen penguasaan bola.
Namun, penguasaan bola tinggi tersebut tak mampu diterjemahkan Thailand menjadi penciptaan peluang.
Sepanjang 90 menit, Thailand hanya mampu melepaskan tujuh tembakan, hanya satu yang tepat sasaran.
Keberhasilan Indonesia menyetop Thailand itu terlihat dari jumlah intersep (28) dan sapuan (8) yang lebih tinggi dari Thailand.
Dengan kata lain, Indonesia membiarkan Thailand menguasai bola di area tak berbahaya, dan segara menghalau apabila memasuki area berbahaya.
Sebaliknya, Indonesia yang cuma menguasai permainan hingga 37 persen dapat menciptakan peluang lebih banyak.