Tragedi Kanjuruhan 250 Steward Tak Paham Tugas, Polisi Didakwa Lalai Perintahkan Tembak Gas Air Mata
Steward saat tragedi Stadion Kanjuruhan dituding tidak pernah mendapatkan pelatihan dari panitia pelaksana (panpel).
Editor: Muhammad Barir

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Para petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward) dalam laga Arema FC VS Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober 2022 silam dituding tidak pernah mendapatkan pelatihan dari panitia pelaksana (panpel).
Saat pertandingan itu berlangsung, mereka disebut menjaga pintu stadion Kanjuruhan tanpa arahan dari panpel.
Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan terhadap Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Abdul Haris dalam sidang perdana kasus yang dikenal sebagai Tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (16/1).
Fakta itu awalnya disorot jaksa saat membahas para suporter yang turun ke lapangan dan mengelilingi shuttle ban (lintasan lari) usai laga selesai.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata dan membuat kondisi semakin tidak terkendali.
Saat itu tidak ada steward yang membantu memperbaiki kondisi tersebut.
Gas air mata yang ditembakkan polisi membuat ribuan suporter panik dan spontan berusaha menghindar, lalu mencari pintu keluar stadion.
Namun kondisi pintu gerbang besar dalam keadaan tertutup, sedangkan dua pintu kecil di bagian tengah tidak dapat terbuka secara sempurna.
"Dikarenakan tidak adanya arahan tentang rute evakuasi dari Panpel, steward, ataupun etugas keamanan gabungan, maka ribuan suporter yang dilanda kepanikan tersebut berusaha menyelamatkan diri dengan cara mencari pintu keluar melalui pintu-pintu kecil secara bersamaan.
Ditambah dorongan suporter dari dalam stadion yang terus mendesak berebut untuk keluar, mengakibatkan banyak suporter yang terhimpit, terinjak-injak, dan kekurangan oksigen sehingga menyebabkan kematian," kata Jaksa.
Jaksa menilai ketika dua orang suporter turun ke lapangan menghampiri pemain Aremania, para petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward) seharusnya dapat mengantisipasinya dan dapat mencegah lebih banyak suporter turun ke lapangan.
Jaksa mengungkapkan para steward tidak pernah mendapatkan pelatihan dan arahan dari Suko Sutrisno selaku Petugas Keamanan dan Keselamatan (Safety and Security Officer)
"Namun dikarenakan para petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward) tersebut tidak pernah mendapatkan pelatihan dan/atau pengarahan dari terdakwa maupun dari saksi Suko Sutrisno selaku petugas keamanan dan keselamatan (safety and security officer) terkait peran dan tanggung jawab petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward).
Maka para petugas pembantu keamanan dan keselamatan (steward) tidak memahami tugas dan tanggung jawabnya masing-masing serta tidak dapat mengambil tindakan segera yang seharusnya dilakukan untuk menjaga keamanan dan keselamatan orang-orang yang berada di dalam stadion ketika terjadinya insiden dan keadaan darurat," imbuh Jaksa.
Suko Sutrisno disebut jaksa menempatkan ratusan orang di pintu Stadion Kanjuruhan tanpa arahan dan pelatihan.
Jaksa menyebut awalnya Suko meminta bawahannya, Ahmad Yoni dan Lalu Panca mencarikan 250 orang yang bersedia menjadi steward dalam pertandingan Liga 1 Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan.
Ratusan orang itu direkrut kemudian ditempatkan di pintu stadion.
"Steward sebanyak 250 orang yang terdakwa ketahui belum dilakukan pelatihan terlebih dahulu sehingga para steward tidak memiliki pengetahuan dan kecakapan terkait tugas dan tanggung jawabnya selaku steward sebagaimana diatur dalam pasal 14 ayat 5) Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021," kata jaksa.
Jaksa menyebut pada 1 Oktober 2022 pukul 14.0 WIB, terdakwa Suko Sutrisno memerintahkan seluruh steward berkumpul di Stadion Kanjuruhan.
Ia memerintahkan Ahmad Yobi, Lalu Panca dan Rony Subianto membagi penempatan steward.
"Yang melakukan penjagaan pada masing-masing pintu stadion tanpa diberikan pengarahan terlebih dahulu terkait tugas dan tanggung jawabnya sebagai pembantu petugas keamanan dan keselamatan steward)," kata jaksa.
Setelah para steward diberitahukan tentang posisi penempatannya, kemudian Ahmad Yoni menyerahkan Handy Talky (HT) dan kunci-kunci pintu kecil Stadion Kanjuruhan.
Sementara untuk pintu besar tidak dibagikan kuncinya karena tidak ada.
Kemudian sekira pukul 15.00 WIB dilaksanakan apel persiapan pengamanan pertandingan oleh Kapolres Malang saksi AKBP Ferly Hidayat.
Pukul 16.00 WIB setelah apel selesai, para steward menuju ke posisi penjagaan masing-masing.
"Seluruh pintu masuk Stadion Kanjuruhan mulai dibuka namun pintu yang dibuka hanya pintu kecil berukuran sekira 2 meter x 1 meter di masing-masing tribun 1 sampai dengan tribun 14, yang hanya bisa dilalui oleh dua orang untuk akses keluar masuk Stadion Kanjuruhan," ujar Jaksa.
Usai pertandingan selesai, beberapa suporter turun ke area lapangan.
Namun, dibalas oleh Brimob dan Samapta dengan gas air mata. Para suporter panik dan mencoba keluar stadion.
Namun karena pintu yang terbuka berukuran kecil, maka terjadi penumpukan dan banyak nyawa berjatuhan di sana.
"Pintu 3, 10, 11, 12, 13 dan 14 yang saat itu dalam kondisi pintu gerbang besar keadaan tertutup sedangkan 2 pintu kecil di bagian tengah tidak dapat terbuka secara sempurna," jelas Jaksa.
Jaksa menilai Suko sebagai security officer bertugas menjadi penghubung utama antara otoritas publik dan panpel yang berkaitan dengan pengelolaan Keselamatan dan Keamanan untuk Pertandingan.
Selain itu, mengelola operasi Keselamatan dan Keamanan pertandingan termasuk sumber daya, pembekalan, serta penempatan; dan memastikan bahwa infrastruktur stadion, sistem dan peralatan telah disertifikasi.
Sementara itu dalam dakwaan terhadap Danki 3 Brimob Polda Jatim, AKP Hasdarmawan, jaksa menuding Hasdarmawan telah memerintahkan tiga anggotanya yakni saksi Bharatu Teguh Febrianto, Bharaka Mochamad Choirul Irham, Bharatu Sanggar, untuk menembakkan gas air mata ke arah belakang gawang sebelah selatan.
"Terdakwa memerintahkan saksi Bharatu Teguh Febrianto untuk menembakkan gas air mata ke arah depan gawang sebelah selatan yang telah dipenuhi oleh suporter Aremania dan saksi Bharaka Mochamad Choirul Irham serta saksi Bharatu Sanggar menembak gas air mata ke arah lintasan lari belakang gawang sebelah selatan gawang," kata Jaksa.
Selain menembakkan gas air mata ke arah gawang selatan, AKP Hasdarmawan juga memerintahkan anggota lainnya yakni saksi Bharatu Cahyo Ari, Bharaka Arif Trisno Adi Nugroho, Bharatu Moch Mukhlis, Bharaka Yasfy Fuady, Bharaka Izyudin Wildan dan Bharaka Fitra Nukholis.
Saat itu AKP Hasdarmawan meminta anggotanya itu menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton yang mengakibatkan kepanikan.
Total ada 3 kali tembakan yang diperintahkannya.
Atas tindakannya tersebut, jaksa mendakwa AKP Hasdarmawan melanggar ketentuan Pasal 19 angka 1 huruf b Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021.
"Untuk melindungi para pemain dan ofisial serta menjaga ketertiban umum, diperlukan pengerahan steward dan/atau petugas polisi di sekitar perimeter area pertandingan, saat melakukannya, pedoman berikut harus diperhatikan bahwa senjata api atau 'senjata pengurai massa' tidak boleh dibawa atau digunakan," beber Jaksa membacakan Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021.
Selanjutnya JPU mengungkap peran terdakwa mantan Kabag Ops Polres Malang, Wahyu Setyo Pranoto.
Jaksa menyebut Wahyu telah membiarkan penembakan air mata yang memicu ratusan suporter meninggal.
Jaksa mengatakan Wahyu mengetahui penembakan gas air mata oleh polisi untuk membubarkan para suporter di Stadion Kanjuruhan.
Tembakan gas air mata itu mengakibatkan para suporter menjadi panik dan berdesak-desakan untuk keluar dari stadion, sehingga terjadi penumpukan di masing-masing pintu keluar.
Imbasnya, ratusan nyawa melayang.
Pada saat kejadian Wahyu memegang tanggung jawab sebagai Kepala Perencanaan dan Pengendalian Operasi (Karendalops). Wahyu membuat Rencana Pengamanan pertandingan Arema FC vs Persebaya.
Dia juga seharusnya bertugas mengendalikan langsung seluruh personel pengamanan dan pelaksanaan pertandingan.
Namun, Wahyu membiarkan Brimob menembakkan gas air mata ke arah para suporter.
"Terdakwa selaku Karendalops membiarkan dan tidak berupaya mencegah terjadinya tembakan-tembakan gas air mata," kata jaksa.
Mengacu pasal 19 angka 1 huruf b Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021, Jaksa menjelaskan Wahyu seharusnya melindungi pemain dan ofisial serta menjaga ketertiban umum.
Dalam ketentuan itu juga disebut pengerahan steward dan/atau petugas polisi di sekitar perimeter area pertandingan, saat bertugas, harus memperhatikan pedoman: senjata api atau senjata pengurai massa tidak boleh dibawa atau digunakan.
Jaksa menilai perbuatan terdakwa selaku Karendalops tidak mempertimbangkan risiko yang akan timbul dengan membiarkan dan tidak melakukan pencegahan terhadap anggota kepolisian yang melakukan penembakan gas air mata.
Wahyu tidak memperhatikan saran dari saksi Iptu Bambang Sulistiyono selaku Kasat Intelkam Polres Malang dalam rapat koordinasi tanggal 15 September 2022.
Bambang mengimbau anggota Brimob jangan sampai menggunakan gas air mata di dalam stadion.
"Hal ini merupakan kecerobohan dan bentuk ketidakhati-hatian terdakwa, sehingga menyebabkan matinya orang," ucap dia.
Terakhir, jaksa membacakan dakwaan terhadap mantan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik yang dinilai telah memerintahkan kedua anggotanya yakni Sat Samapta yakni Satrio Aji Lasmono dan Willy Adam Aldy menembakkan gas air mata menggunakan senjata flashball warna hitam type Verney-Carron Saint Etienne.
"Para suporter panik dan berdesak-desakan mencari pintu keluar Stadion Kanjuruhan bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 angka 1 huruf b Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI Edisi 2021 yang mengatur bahwa
untuk melindungi para pemain dan official serta menjaga ketertiban umum, diperlukan pengerahan steward dan/atau petugas polisi di sekitar perimeter area pertandingan,
saat melakukannya, pedoman berikut harus diperhatikan bahwa senjata api atau senjata pengurai massa tidak boleh dibawa atau digunakan," kata Jaksa.
Atas dakwaan jaksa itu, tiga polisi yang menjadi terdakwa itu mengajukan nota keberatan.
"Kami dari tim kuasa hukum sudah menilai dan mencermati dakwaan JPU dan kami sepakat untuk melakukan eksepsi," kata kuasa hukum tiga polisi terdakwa Kanjuruhan, Adi Karya Tobing.
Namun Adi mengaku belum bisa menyampaikan poin nota keberatan itu hari ini.
Eksepsi itu akan mereka sampaikan pada persidangan selanjutnya.
"Kami akan mengajukan terhadap surat dakwaan yang sudah dibacakan dan disampaikan kepada majelis hakim tadi. Untuk poin lainnya silakan tanya Bidhumas [Polda Jatim]," ucapnya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 usai pertandingan Arema FC Vs Persebaya Surabaya. Peristiwa itu berawal ketika beberapa suporter turun ke lapangan seusai pertandingan.
Polisi kemudian menembakkan gas air mata.
Akibatnya ribuan orang menjadi panik. Setidaknya 135 nyawa korban melayang, 700-an lainnya luka-luka.
Belakangan lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.
Mereka disangkakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 103 ayat (1) Jo pasal 52 UU RI no 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.
(tribun network/kha/dod)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.