Bermula dari Pesta Bir Bareng Parpol, Szymon Marciniak Terancam Batal Pimpin Final Liga Champions
Final Liga Champions antara Manchester City vs Inter Milan terancam tak dipimpin oleh Szymon Marciniak, berawal dari pesta bir di Polandia.
Penulis: Drajat Sugiri
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Pertandingan final Liga Champions antara Manchester City vs Inter Milan terancam batal dipimpin oleh wasit asal Polandia, Szymon Marciniak.
Berawal dari pesta bir di Polandia, Szymon Marciniak, terancam dicoret dari wasit yang bertugas memimpin pertandingan final Liga Champions musim 2022/2023.
Usut punya usut, pesta minum bir yang diikuti oleh Szymon Marciniak tak sesederhana yang terlihat. Pasalnya ada aroma politik dalam pesta tersebut.
Baca juga: Final Liga Champions: Kans Lautaro Martinez Ikuti Jejak Bek Manchester United
Diwartakan The Guardian, UEFA sedang menyelidiki adanya hubungan antara Szymon Marciniak dengan partai politik (Parpol) sayap kanan Polandia.
Apesnya bagi Szymon Marciniak, sang wasit menghadiri sebuah acara bernama Everest yang berlangsung 29 Mei lalu.
Acara yang dikemas dalam bentuk pesta bir itu diadakan oleh politisi kontroversional Polandia, Slawomir Mentzen.
Mentzen merupakan pemimpin partai politik bernama Partai Konfederasi di Polandia.
Partai ini terkenal dengan sisi negatifnya karena mengarah kepada rasis dan homofobik.
Bahkan mereka mendukung kampanye besar-besaran dalam bentuk poster bernada provokatif perihal rasisme dan fanatisme ekstrem.
Ini yang kemudian membuat UEFA melakukan penyelidikan, apakah Szymon Marciniak juga ambil bagian dalam partai tersebut.
Jika benar, potensi untuk dirinya dicoret dari wasit yang bertugas memimpin final Liga Champions antara Manchester City vs Inter Milan sangatlah besar.
Berbicara pengalaman, Szymon Marciniak, tidak perlu diragukan.
Bahkan pengadil pertandingan asal Polandia ini, pernah menjadi wasit yang memimpin partai final Piala Dunia edisi 2018.
UEFA mengetahui adanya hubungan Szymon Marciniak dengan Mentzen dan Partai Konfederasi setelah mendapatkan laporan dari sebuah organisasi anti-rasis bernama Never Again.