5 Isu yang Dihadapi Perusahaan Teknologi Setelah Trump Dipastikan Jadi Presiden Amerika
Isu-isu apa yang bisa berimbas ke Silicon Valley, jantung perusahaan-perusahaan teknologi top dunia, setelah Trump terpilih sebagai presiden?
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Donald Trump resmi terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45 menggantikan Barack Obama, setelah penghitungan suara Pemilu AS selesai dilakukan Rabu (9/11/2016) lalu.
Para pelaku industri teknologi di AS pun bereaksi atas kemenangan Trump. Mengingat janji-janji yang dilontarkan Trump selama kampanye banyak yang memunculkan kontroversi dan perdebatan.
Isu-isu apa yang bisa berimbas ke Silicon Valley, jantung perusahaan-perusahaan teknologi top dunia, setelah Trump terpilih sebagai presiden? Berikut rangkuman yang dibuat KompasTekno, seperti dilansir dari Silicon Beat, Kamis (10/11/2016).
Perdagangan
Selama kampanye sebagai kandidat presiden AS, Trump pernah mengatakan akan menghentikan komitmen Trans-Pacific Partnership (TPP).
Padahal, komitmen tersebut didukung oleh para pelaku industri teknologi di AS, seperti Google, Facebook, Yahoo, Amazon, Twitter, Uber, dan eBay.
TPP adalah perjanjian kerja sama multi-nasional yang bertujuan memperluas penerapan undang-undang hak kekayaan intelektual (IP) dan mengatur ulang hukum internasional dalam upaya penegakannya.
Di masa pemerintahan Obama, TPP sangat didukung. Walau mendapat kritikan keras karena bisa memperlemah regulasi AS yang selama ini dinilai sudah menguntungkan warga AS, dan melemahkan perusahaan asing.
Trump juga menulis di situs resminya soal rencana perdagangan yang akan diterapkannya. Salah satunya adalah berbunyi "menginstruksikan US Trade Representative (perwakilan perdagangan AS) mengangkat kasus-kasus yang menentang China".
Langkah itu disebut pelaku industri TI AS bisa merugikan perusahaan teknologi yang bisnis dan manufakturnya dilakukan di China, seperti Apple, Intel, HP, dan banyak lagi.
Energi bersih
Trump menyebut isu perubahan iklim (climate change) adalah hoax atau kabar bohong semata yang diciptakan oleh China.
Ia pun mengatakan pengeluaran negara untuk inisiasi terkait perubahan iklim adalah sia-sia dan berjanji akan menghapusnya.
Dengan menghapus insentif pemerintah untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri energi bersih, maka hal itu ditakutkan bisa memperlambat pertumbuhan dan inovasi.