Tuding Jual Barang Tiruan, Amerika 'Black List' Situs e-Commerce Milik Alibaba
Alibaba menolak tuduhan tersebut. Menurut Alibaba, pihaknya sudah mengawasi situs e-commerce-nya dengan lebih baik.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM - Taobao Marketplace, situs e-commerce besar di Cina yang dimiliki Alibaba Group, masuk dalam daftar hitam di Amerika Serikat (AS) karena menjual barang-barang tiruan.
Dikutip dari BBC, Minggu (25/12/2016), keanggotaan Alibaba pun untuk sementara juga dicabut dari Koalisi Anti Produk Bajakan Internasional, IACC, terkait produk tiruan di situs milik anak perusahaannya itu.
Alibaba menolak tuduhan tersebut. Menurut Alibaba, pihaknya sudah mengawasi situs e-commerce-nya dengan lebih baik.
Mereka juga menduga 'perubahan iklim politik' di AS belakangan ini yang mungkin menjadi alasan sehingga pihaknya kembali masuk dalam daftar.
Pada masa kampanyenya, presiden terpilih AS, Donald Trump memang beberapa kali menuduh perusahaan-perusahaan Cina mencuri hak kekayaan intelektual.
Presiden Alibaba, Michael Evans, mengatakan amat kecewa dengan keputusan tersebut dan mempertanyakan apakah tuduhan itu 'didasarkan pada fakta atau dipengaruhi oleh iklim politik saat ini'.
Awal tahun ini Taobao mengatakan sudah memperketat pengawasan atas penjualan barang-barang mewah, dengan meminta para penjual memperlihatkan bukti keasliannya.
Lebih dari 250 penjual di Taobao-termasuk rumah mode Gucci dan Michaels Kors- mengancam akan keluar dari IACC jika keanggotaan Alibaba tidak dicabut.
Dalam paparannya kepada investor, Taobao mengatakan aplikasi mobile-nya sendiri membawa 150 juta pengunjung setiap hari.
Marketplace-nya juga mendapat 20 juta ulasan produk setiap harinya.
Dari semua bisnis yang dimiliki, Alibaba menjual berbagai barang senilai 500 miliar dollar AS sepanjang 2015 lalu, dari 10 juta merchant yang menggunakan platformnya.
September 2014 lalu, Alibaba -yang merupakan situs e-commerceterbesar di Cina- melepas sahamnya di Bursa New York dan memecahkan rekor dengan menghimpun dana sebesar 25 miliar dolar AS atau sekitar Rp 336 triliun.
(Reska K. Nistanto/kompas.com)