Kasus Facebook, Uni Eropa Berlakukan Regulasi Baru tentang Perlindungan Data Pribadi
Perubahan aturan tersebut akan mempengaruhi lebih dari 2 miliar pengguna Facebook.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Avanty Nurdiana
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Rencana Uni Eropa menerapkan peraturan perlindungan data pribadi alias General Data Protection Regulation (GDPR) akan mengubah persyaratan layanan Facebook.
Beleid ini akan membuat Facebook tak bisa sembarangan memanfaatkan data penggunanya yang mencapai lebih dari 2 miliar pengguna.
Facebook berharap aturan perlindungan data tersebut hanya berlaku bagi pengguna di Eropa saja dan tidak merembet secara global.
Itu artinya pengguna Facebook di Afrika, Asia, Australia dan Amerika Latin tidak akan terlindungi data pribadinya.
Aturan ini akan berlaku efektif pada 25 Mei 2018 mendatang. Reuters melaporkan, Facebook mencoba mengurangi paparan atas pemberlakuan GDPR ini.
Sebab, beleid ini memungkinkan regulator Eropa mendenda perusahaan yang mengumpulkan atau menggunakan data pribadi tanpa persetujuan pengguna.
GDPR adalah peraturan yang mengharuskan perusahaan untuk melindungi data pribadi dan privasi penduduk negara di Uni Eropa. Ini menggantikan aturan perlindungan data yang terbit 1995 karena sudah ketinggalan zaman.
Beleid lama ini membatasi perusahaan mengumpulkan, menyimpan dan mengekspor data pribadi orang.
"Selama ini para tenaga pemasaran telah berhasil membuat orang tidak berdaya. Nah, GDPR akan memberi konsumen kesempatan untuk menegosiasikan kembali kesepakatan yang sangat tidak adil," kata David Carroll, Profesor Prasons School of Design seperti dikutip The Guardian.
Undang-undang baru ini memungkinkan regulator mendenda Facebook hingga 4% dari pendapatan tahunan untuk pelanggaran yang dilakukan. Facebook berpotensi membayar miliaran dollar bila melanggar aturan ini.
Memanfaatkan kasus
Pemberlakuan aturan perlindungan data pribadi ini dilakukan setelah Facebook sedang diselidiki oleh regulator dan parlemen di seluruh dunia.
Kasus ini muncul setelah informasi pribadi jutaan pengguna Facebook disalahgunakan dan berakhir di tangan konsultan politik Cambridge Analytica.