Perlu Langkah Kolaboratif Pebinis Hingga Akademisi Hadapi Era Industri 4.0
Talenta di bidang teknologi dan sains dapat diselaraskan demi menyukseskan Making Indonesia 4.0, didukung kapabilitas infrastruktur yang mumpuni
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia telah merancang "Making Indonesia 4.0", sebuah roadmap (peta jalan) terintegrasi sebagai strategi menghadapi era industri 4.0. Untuk merealisasikan visi tersebut, diperlukan langkah kolaboratif dari pemangku kepentingan dan berbagai pihak, mulai dari pelaku bisnis/industri, asosiasi, hingga unsur akademisi.
Mohd Nadzaruddin bin Abd Hamid selaku Risk Management Committee – Chief Strategist & Program Director EnvyTech mengatakan, roadmap yang telah didefinisikan pemerintah sangat luar biasa.
"Potensi talenta di bidang teknologi dan sains dapat diselaraskan demi menyukseskan Making Indonesia 4.0, didukung dengan kapabilitas infrastruktur yang mumpuni," katanya dalam keterangan pers, Kamis (4/10/2018).
Disebutkan, dalam roadmap ini masih dibutuhkan tenaga manusia dan perlu pembelajaran berkelanjutan.
Untuk mencapai keberhasilan INDONESIA 4.0, cita-cita pemerintah harus didukung oleh semua lini masyarakat dan merangkul berbagai kalangan, terutama institusi pendidikan dan industri dalam melakukan promosi serta investasi.
"Sektor pemerintah dan swasta dapat memberikan dukungan keahlian yang tepat," ujar Mohd Nadzaruddin.
Baca: Era Disrupsi Industri 4.0, Menaker: Investasi di Indonesia Menguntungkan
Sementara, Mohd Za’ed bin Ramli, Chief Operating Officer (COO) EnvyTech, mengamati di tengah peradaban digital saat ini, ancaman keamanan dunia maya berkutat seputar data compromising, credential theft, cyber extortion, mobile security breach, dan crypto cyber crime.
"Data compromise dan credential theft melakukan kejahatan dengan meretas sistem dan mencuri data kredensial," katanya.
Kemudian cyber commercial warfare upaya untuk meretas menonaktifkan kehadiran digital pesaing, mencegah lalu lintas masuk ke portal bisnis atau mencuri informasi penting untuk spionase.
"Cyber extortion melakukan penyebaran malware dalam bentuk ransomware dan mobile security breach berbentuk penyebaran aplikasi yang membahayakan data dan privasi konsumen," katanya.
Kompetisi bisnis dan geopolitik yang makin melibatkan unsur digital dalam revolusi industri 4.0 membuat para pelaku di sektor pemerintahan dan bisnis harus jeli dalam mengelola data mereka.
Masing-masing instansi/organisasi perlu memiliki kriteria yang terukur dalam pemilihan infrastruktur penyimpanan data.
Secara umum Nadzaruddin menilai ada 4 faktor kunci yang harus diperhatikan ketika memilih infrastruktur pusat data (data center), yakni seputar keandalan, kinerja, kemudahan dalam perawatan, dan keamanan.
“Salah satu pendekatannya adalah memiliki Pelaksanaan Strategi Keamanan Data Optimal (Best Practice Security Strategy), meminimalkan risiko ancaman keamanan. Implementasi strategi bergantung pada berbagai faktor internal dan eksternal, seperti sumber daya, prioritas aset, dan lain sebagainya,” kata Mohd Za’ed.
Sejauh keterlibatan EnvyTech dalam bisnis teknologi, Mohd Za’ed memaparkan pihaknya selalu mengikuti standardisasi internasional yang mengatur mengenai perusahaan yang menyediakan layanan cyber security.
"Termasuk dengan upaya mempertahankan staf yang mempunyai keahlian dari waktu ke waktu, memperbarui informasi tentang perkembangan, dan berbagi info di berbagai forum," katanya.
EnvyTech juga tengah membangun Global Payment Infrastructure untuk membuat satu paradigma baru dalam dunia digital society.
Nantinya diyakini akan dapat mengubah bentuk interaksi di antara pengguna teknologi. Solusi ini dibangun bersama perusahaan terbaik dunia dan mempunyai standardisasi fitur keamanan global seperti DOD (sertifikasi risiko manajemen sistem informasi), NIST (sertifikasi untuk pengukuran produk), ISO (sertifikasi keamanan dan data), dan ETSI (sertifikasi global untuk teknologi informasi dan komunikasi).