Pro Kontra Game PUBG, Ini Respons Menteri Rudiantara
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menanggapi pro dan kontra online game PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Fajar Anjungroso
Sebelumnya, menyoroti adanya dampak negatif yang bisa ditimbulkan game yang memuat konten kekerasan PUBG, MUI pun menggelar Rapat Pengkajian terkait fatwa.
Rapat tersebut dihadiri oleh anggota MUI, perwakilan Kementerian dan lembaga, yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Psikolog dan Asosiasi e-sport Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam mengatakan bahwa agenda tersebut sengaja diadakan untuk mendengarkan pendapat sejumlah pihak terkait dampak yang bisa ditimbulkan dari PUBG.
"Kita melaksanakan pengkajian yang mendengar dari para pihak yang memiliki keahlian terkait fenomena game kekerasan dan dampaknya di tengah masyarakat," ujar Asrorun, dalam konferensi pers yang digelar di Kantor MUI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
Ia menjelaskan, sejak terjadinya aksi penembakan brutal di dua masjid kota Christchurch, Selandia Baru, banyak pihak yang mengaitkan apa yang dilakukan pelaku dengan permainan PUBG.
Kendati demikian, ia dan jajaran MUI lainnya enggan untuk mengambil kesimpulan terlalu dini terkait penyebab kasus tersebut.
Menurutnya, ada sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pelaku dalam melakukan aksi sadisnya itu.
"Bisa jadi (pelaku terpengaruh) faktor pemahaman keagamaan yang bersifat menyimpang, bisa jadi faktor sosial politik, bisa jadi ekonomi, bisa jadi faktor budaya termasuk di dalam tontonan dan juga permainan," jelas Asrorun.
Oleh karena itu, semua pihak harus bisa melakukan pencegahan terhadap aksi serupa.
Meskipun ada atau tidaknya kaitan PUBG dengan aksi teror yang menewaskan 50 orang itu.
Asrorun menegaskan jika semua pihak saling bekerjasama untuk menangani permasalahan tersebut, maka kedamaian bisa diperoleh seluruh masyarakat.
"Ini semua harus kita cegah secara bersama-sama, guna memastikan kehidupan masyarakat kita (agar) hidup tenang, tenteram, harmonis," kata Asrorun.
Ia kembali menekankan bahwa jika kedamaian tercipta, maka masyarakat akan terhindar dari tindakan yang terkait kekerasan.
Lebih lanjut ia menegaskan, perubahan harus dimulai dari tata cara berpikir tiap individu agar pola pikir negatif dan radikal bisa terhindari.
"(Semua harus bekerjasama untuk melindungi masyarakat agar) jauh dari tindak kekerasan, radikalisme, terorisme sekalipun, mulai (perubahan) dari tata berpikir," tegas Asrorun.