Perlu Ada MCP di Bisnis Content Provider yang Sumbang Revenue Industri Rp 2 T
Market cap- nya CP dan VAS berada pada kisaran 1-2% dari total revenue industri fixed and mobile services atau pada kisaran Rp 2 triliun lebih
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri content provider (CP) berpeluang berkembang. Seiring pengguna handset alias perangkat telepon seluler di Indonesia mencapai ratusan juta unit.
Namun, meski punya peluang besar, pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang adil bagi semua pihak. Juga, kerja sama bisnis antar pelaku usaha harus adil.
Gunawan Hutagalung, Kasubdit Telekomunikasi Khusus dan Kelayakan Penyelenggaraan Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, menjelaskan, bisnis content provider termasuk Value Added Services (VAS) sudah bertransformasi sesuai perkembangan teknologi dan mulai meninggalkan layanan dasar (basic services) tapi berkembang ke arah IP platform.
"Bisnis VAS tetap mempunyai prospek bagus, sepanjang bertransformasi dengan baik dan didukung ekosistem fixed atau mobile services. Market cap- nya berada pada kisaran 1-2% dari total revenue industri fixed and mobile services atau pada kisaran Rp 2 triliun lebih setiap tahun," ucap Gunawan dilansir Kontan.
Kata dia, content provider tetap mempunyai prospek bagus, sepanjang bertransformasi dengan baik, semisal mempunyai platform content yang inovatif, tidak melulu lagi hanya sifat premiumnya seperti SMS premium.
Semisal konten video kreatif atau layanan-layanan konten interaktif lainnya yang bisa dinikmati lewat fasilitas Direct Carrier Billing (DCB).
Sekadar informasi, DCB adalah metode pembayaran online yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pembelian dengan menagih pembayaran ke tagihan atau memotong pulsa ponsel.
Ke depan, menurut Gunawan, sebaiknya perlu dipertimbangkan pembentukan satu MCP (Managing Content provider) yang sifatnya nirlaba, yang menjadi jembatan antara telko dan para CP, jadi business process-nya lebih baik.
Dia menambahkan, MCP ini juga bisa bertindak sebagai self regulatory terhadap pemenuhan kewajiban yang ditetapkan regulator dan operator kepada CP. MCP juga bisa menjadi katalisator dalam memberikan posisi yang fair antara CP dan OTT.
CP dan operator harus tumbuh bersama dalam memonetize sumber daya industri dengan baik sebagai pemain nasional di industri.
Bahkan di Korea, MCP bertindak sebagai unit yang menjual konten nasional ke luar, konten-konten bagus dibawa bersama, sehingga biaya retensinya rendah dan membuat CP fokus pada kreativitas dan inovasi.
Menurut Gunawan, pemain lokal harus didukung dan berpotensi untuk berkembang dengan baik. Bahkan beberapa sudah ada yang go internasional. Ada satu platform CP Indonesia yang menang kontes di Asia bahkan sudah ikut pameran di silicon valey.
"Tapi banyak juga yang gagal bertransformasi, dan cenderung keluar dari pasar karena tidak bertransformasi dengan baik. Apalagi dengan jumlah pelanggan data sekarang yang cenderung meninggalkan SMS," tambah Gunawan.
Saat ini total pengusaha di bidang content provider berjumlah lebih dari 150 unit dan kurang lebih telah menyerap 2000 pekerja dan dapat menghidupi 4500 orang. Untuk menjaga ekosistemnya, harus ada perlakuan yang adil dari operator terhadap CP dan OTT.
"Yang pasti, Kominfo selalu mendukung kedua belah pihak mengembangkan industri konten sebagai VAS," tambahnya.
Kominfo akan terus memfasilitasi mulai dari kemudahan perizinan, bimbingan teknis, membawa mereka ke forum internasional seperti ITU Telecom world baru-baru ini, memediasi kedua belah pihak, membantu penyelesaian sengketa dan lain sebagainya.
Intinya, industri ini harus tetap bertumbuh agar bisa membiayai dirinya sendiri untuk implementasi teknologi-teknologi baru.