Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Pakar Legislasi Ini Sebut OTT Perlu Diatur UU Penyiaran

Pakar Kebijakan dan Legislasi Teknologi Informasi Danrivanto Budhijanto memperingatkan adanya penjajahan model baru, yaitu kolonialisme digital.

Editor: Sanusi
zoom-in Pakar Legislasi Ini Sebut OTT Perlu Diatur UU Penyiaran
deherba.com
Ilustrasi 

Ia pun memuji para pendiri bangsa yang sudah memikirkan secara matang sesuatu yang belum terjadi saat itu, yaitu mengenai ruang wilayah.

Menurutnya, dalam rangka perlindungan seluruh tumpah darah Indonesia, pengertiannya bukan saja di atas tanah yang tumbuh, atau di dalam tanah, tapi termasuk semua yang ada di dalamnya.

"Seiring dengan perkembangan zaman, ruang wilayah inilah yang menjadi wilayah kolonialisme baru. Saat ini, kolonialisme tidak lagi seperti VOC, yang datang membawa kapal, lalu mengadakan perjanjian dagang," tegasnya.

Danrivanto juga mengungkapkan fakta mengejutkan bahwa perusahaan asing sudah membayar mahal penasihat hukum internasional agar mereka bisa terhindar dari jerat hukum di negara tujuan investasi. Padahal, setiap aktivitas digital berdampak pada digital currency atau monetisasi yang menguntungkan pihak tertentu.

"Ini merupakan suatu fakta, karena dalam pendekatan bisnis digital adalah pendekatan masifnya pengguna atau user," katanya.

Dia juga menjawab pertanyaan majelis hakim, untuk mencegah terjadinya kolonialisme digital, maka diperlukan norma konvergensi (convergence norms), terutama penyiaran berbasis Internet yang selama ini belum sepenuhnya terakomodasi di dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

"Kalau di negara lain, praktek broadcasting dan telekomunikasi itu disatukan, satu kesatuan. Satu undang-undang, kemudian satu lembaga regulatory yang sama. Tapi, mohon maaf, konstitusi kita tidak menyatakan seperti itu," katanya.

Berita Rekomendasi

Untuk mengatur media baru tersebut, papar Danrivanto, tidak perlu regulasi baru. Namun, cukup ditambahkan frasa Internet sebagai instrumen platform teknologi, sehingga kemajuan teknologi ke depan tetap dapat diatur dalam lingkup UU Penyiaran.

"Malah kalau ada regulasi baru, kita akan melakukan masa transisi yang begitu banyak dan lama, sedangkan teknologinya bergerak begitu cepat," katanya.

Selain Danrivanto, hadir sebagai ahli dari pemohon dalam persidangan kali ini yaitu mantan Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Iswandi Syahputra.

Iswandi menegaskan siaran berbasis internet atau layanan OTT harus diatur untuk melindungi warga negara dari konten-konten negatif.

Dia menekankan pentingnya pengaturan media berbasis Internet. Sebab, dampak bahaya yang ditimbulkan oleh keberadaan media Internet sudah nyata, yaitu menimbulkan moral panic.

“Jika OTT dalam pengertian VoD tidak diatur melalui sebuah sistem pengawasan yang baik, dapat menimbulkan moral panic dan kita sudah mengalaminya beberapa kali. Karena itu, mengawasi OTT merupakan tindakan preventif negara, bukan tindakan represif negara terhadap warganya,” kata Iswandi.

"Perlu ada pihak yang mengaturnya. Bahkan, negara mutlak memberi perlindungan kepada publik dari tayangan-tayangan negatif," imbuhnya.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas