Teknologi jadi Solusi Mengurangi Plagiarisme saat Pembelajaran Online, Ketahui 12 Jenis Plagiarisme
Pihak Turnitin menyebutkan, teknologi dapat membantu mengurangi tingkat plagiarisme. Berikut 12 jenis plagiarisme yang perlu diperhatikan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Senior Manager & Customer Growth Southeast Asia untuk Turnitin, Yovita Marlina mengatakan, pelanggaran akademis semakin meningkat di masa pembelajaran daring.
Kendati demikian, Yovita menyebutkan, teknologi dapat hadir sebagai solusi mengurangi tingkat plagiarisme.
Ia menjelasakan, teknologi mampu membantu para pengajar dan pendidik di sekolah untuk mendeteksi karya ilmiah yang tidak orisinal.
Terutama, apabila peserta didik terindikasi melakukan satu di antara 12 jenis tindakan plagiarisme.
Baca juga: Nadiem: Merdeka Belajar Ajaran Ki Hajar Dewantara Dorong Pembelajaran Bermakna
Cara kerja teknologi untuk mendeteksinya adalah dengan melakukan pencocokan pekerjaan siswa dengan data komprehensif dari konten-konten global baik berupa makalah maupun konten internet yang sudah terekam dan tersimpan sebelumnya di dalam database.
Yovita mengatakan, 12 jenis spektrum plagiarisme perlu diperhatikan oleh pengajar dan lembaga pendidikan
Di antaranya yakni contract cheating atau joki.
“Di Indonesia, praktek joki atau melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan tugas siswa merupakan kasus yang paling sering terjadi."
"Apalagi ketika banyak sekolah yang beralih ke pembelajaran daring, pelanggaran akademis sekarang sedang meningkat,” ungkap Yovita dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Senin (16/11/2020).
Baca juga: Perbolehkan Pembelajaran Tatap Muka di Rote Ndao, Nadiem Ingatkan Sekolah Soal Protokol Kesehatan
Baca juga: Nadiem Makarim Akui Infrastruktur Penunjang Pembelajaran di Luar Pulau Jawa Masih Minim
Yovita menambahkan, selain perjokian, jenis tindakan plagiarisme lainnya adalah student collusion (kerjasama antara siswa), word-for-word plagiarism (menyontek verbal), self -plagiarism, mosaic plagiarism, software-based text modification (modifikasi teks dengan bantuan software), inadvertent plagiarism, paraphrasing plagiarism, computer code plagiarism, source-based plagiarism, manual-text modification, dan data plagiarism.
Sementara itu, Yovita menjelaskan, tidak semua plagiarisme dilakukan secara sengaja.
“Dalam banyak kasus, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang tepat," terangnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan, Turnitin hadir sebagai teknologi yang mampu mengurangi kasus plagiarisme.
Baca juga: Nadiem Makarim: Banyak Guru Utak-atik Software untuk Pembelajaran di Masa Pandemi
"Turnitin membantu tenaga pengajar dan lembaga pendidikan untuk mengindentifikasikan anomali dalam menilai konten-konten yang dikirimkan," kata Yovita.
"Teknologi mengurangi plagiarisme dan mendukung integritas akademik dengan menolong peserta didik untuk mengenal plagiarisme,” imbuhnya.
Secara umum, tutur Yovita, plagiarisme cenderung terjadi di kampus daripada sekolah.
Pasalnya, pekerjaan di tingkat perguruan tinggi membutuhkan penelitian dan kutipan yang lebih komprehensif dibandingkan tingkat sekolah menengah.
“Misalnya, salah satu teknologi kami adalah Turnitin Feedback Studio."
"Piranti lunak ini membantu permasalahan siswa dalam menulis karya ilmiah, seperti teknis menguraikan dengan kalimat sendiri atau parafrase, kutipan yang tidak tepat, atau mengkopi konten dari sumber lain," kata Yovita.
"Untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan dalam hal mengutip atau parafrase, dengan bantuan teknologi ini guru dapat melihat laporan awal mereka dan membuat koreksi sebelum mengirimkan pekerjaan mereka,” tambahnya.
Baca juga: Hadirkan Pembelajaran Bahasa Inggris Online Interaktif yang Efektif dan Menyenangkan
Menurut Yovita, sistem belajar online telah menciptakan tantangan baru bagi institusi mengenai bagaimana cara terbaik untuk memberikan penilaian yang adil dengan integritas kepada peserta didik.
Ia menilai, hal ini tidak diragukan lagi akan menjadi kunci utama dari sistem pendidikan di Indonesia, terutama selama masa pandemi ini.
“Kami percaya bahwa ke depannya pendidikan berbasis online akan lebih diterima dan menjadi umum di seluruh dunia, termasuk di Indonesia."
"Kami pun berharap dapat memperluas kemitraan dengan institusi lokal untuk memperjuangkan gagasan tentang integritas akademik di Indonesia."
"Dalam webinar yang baru-baru ini diadakan bersama LLDIKTI Wilayah Jawa Tengah, kami berbagi pandangan tentang bagaimana mencegah plagiarisme di lingkungan perguruan tinggi,” kata Yovita.
Baca juga: Tanggapi Usulan Sekolah Tatap Muka Dibuka Kembali, Nadiem Makarim: Sedang Kami Kaji
Yovita menjelaskan, solusi Turnitin’s Similarity dan Originality membantu guru mendeteksi karya yang tidak orisinal secara otomatis.
Similarity mencocokkan pekerjaan siswa dengan data komprehensif dari konten-konten yang sudah terekam dan tersimpan.
Sementara itu, Originality menggabungkan pemeriksaan konten yang serupa dengan fitur terbaru untuk mengidentifikasikan plagiarisme maupun contract cheating secara akurat.
Sebagai informasi, sederet lembaga pendidikan dan institusi pemerintah di Indonesia telah menggunakan Turnitin sejak 2013.
Di antaranya yaitu Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, IAIN, Kementerian Riset dan Teknologi, serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI).
Secara global, sudah ada 15.000 institusi yang menggunakan Turnitin dan terdapat 30 juta siswa yang setiap hari menggunakannya untuk melakukan pengecekan plagiarisme.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)