Militer AS Diduga Beli Data Lokasi Pengguna Aplikasi Muslim Pro dan Muslim Mingle
Militer AS diisukan membeli data lokasi jutaan warga muslim dari seluruh dunia, dan diperoleh dari aplikasi ibadah serta kencan muslim.
Penulis: Hari Darmawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Militer Amerika Serikat (AS) diisukan membeli data lokasi jutaan warga muslim dari seluruh dunia, dan diperoleh dari aplikasi ibadah serta kencan muslim.
Mengutip dari laman situs Middle East Eye pada Selasa (17/11/2020), pihak militer AS dilaporkan menggunakan dua metode untuk mendapatkan data lokasi pengguna.
Metode pertama diketahui menggunakan produk bernama Locate X.
Menurut laporan media online Motherboard dari Vice ada komando operasi khusus AS yang ditugaskan untuk melakukan kontra terorisme, penumpasan pemberontakan dan pengintaian khusu yang memiliki akses Locate X ini.
Kemudian metode kedua, dengan melibatkan perusahaan bernama X-Mode untuk memperoleh data lokasi langsung dari sebuah aplikasi.
Baca juga: 400 Gadget Mata-mata Era Perang Dingin Bakal Dilelang, Termasuk Pistol Berbentuk Lipstik
Data lokasi ini dijual kepada kontraktor, yang ekstensi ditujukan ke militer AS.
Menurut laporan, aplikasi Muslim pro yang menginformasikan waktu sholat harian serta memberi tahun pengguna arah ke Makkah mengirim data penggunanya ke X-Mode.
Baca juga: Huawei Gugat Pemerintah Swedia, Produknya Dilarang untuk Jaringan 5G
Selain Muslim Pro, ada aplikasi lain yang diguna mengirim data penggunanya ke X-Mode yaitu Muslim Mingle. Muslim Mingle merupakan aplikasi kencan muslim, yang telah diunduh sebanyak 100 ribu kali.
Senator Ron Wyden mengatakan, bahwa X-Mode menjual data lokasi yang diambil dari sambungan telepon AS ke pelanggan militer AS.
"Melalui panggilan telepon ini, pengacara untuk broker data X-Mode Social mengkonfirmasi perusahaan tersebut menjual data yang dikumpulkan melalui telepon di AS ke pelanggan," ucap Ron.
Kemudian menurut Motherboard, pengguna aplikasi Muslim yang paling populer ini terlibat dalam rantai pasokan data kelompok Muslim.
Hal ini tentunya menjadi sorotan, karena hingga saat ini AS masih mengumumkan perang di negara-negara dengan mayoritas Muslim seperti Afganistan, Irak dan Pakistan.