RPP Postelsiar Harus Berani Singkirkan Makelar Perizinan
RPP Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar harus bisa menyikat praktik makelar perizinan dalam pemanfaatan lisensi dan frekuensi
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan UU Cipta Kerja Sektor Postelsiar harus bisa menyikat praktik makelar perizinan dalam pemanfaatan lisensi dan frekuensi agar Sumber Daya Alam (SDA) terbatas bisa dimaksimalkan untuk pembangunan ekonomi digital.
"RPP Postelsiar harus mampu menghentikan pola-pola "makelar izin"dengan memasukkan aturan tentang kewajiban pembangunan bagi pemilik lisensi agar tidak ada komitmen yang tidak sama antar operator telekomunikasi," tegas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.
Dia mengatakan, untuk kewajiban pembangunan, ini penting diatur agar perizinan yang 'diamanahkan' pada operator telekomunikasi optimal dan tidak ada istilah "makelar izin" dimana setelah dapat izin kemudian dijual kembali, terutama yang mendapat alokasi frekuensi.
Baca juga: Kerja Sama Diperlukan Terkait Penggunaan Frekuensi untuk 5G
"Kita pernah punya pengalaman buruk soal hal ini di masa lalu. Padahal isu itu sudah menjadi amanah dari Tujuan UU Telekomunikasi bahwa Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi di seluruh penjuru tanah air dan kegiatan pemerintahan," tegasnya.
Baca juga: Soal Spektrum Frekuensi, DPR: Aneh Jika Ada Perusahaan yang Tidak Ingin Berinvestasi 5G
Disarankannya, dalam RPP Postelsiar nantinya secara detail mengatur isu kewajiban pembangunan jaringan bagi pemilik lisensi dimana Menteri menetapkan kewajiban pembangunan dan/atau layanan yang wajib dipenuhi oleh setiap penyelenggara telekomunikasi.
Selanjutnya, Menteri melakukan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara periodik.
Menteri mengumumkan dan mempublikasikan hasil evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pembangunan dan/atau layanan setiap penyelenggara telekomunikasi.
"Nantinya dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, terdapat wilayah pelayanan non-universal yang belum dibangun dan/atau dilayani oleh satu penyelenggara telekomunikasi, Menteri mendistribusikan kewajiban pembangunan dan/atau layanan secara transparan dan merata kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi," tutupnya.