Pemerintah Diminta Lebih Tegas Atur OTT Asing Seperti Facebook dan Google Cs
"Saat ini banyak penjajah asing di dunia digital di Indonesia. Contohnya Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube."
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Pemerintah Indonesia didesak bersikap lebih tegas mengatur keberadaan penyedia layanan Over The Top (OTT) asing yang beroperasi di Indonesia, yang umumnya merupakan platform media sosial seperti Facebook, Google dan sejenisnya.
Keberadaan OTT semacam ini dinilai bak pisau bermata dua. Selain memberikan manfaat, kehadiran mereka juga memberikan efek negatif bagi masyarakat Indonesia.
Salah satu efek negatif yang ditimbulkan oleh OTT global tersebut diantarannya adalah menjadi sarana penyebaran berita tidak benar atau hoax.
Sekretaris Jenderal DPP KNPI Jackson Kumaat S.E prihatin dengan maraknya berita tidak benar dan HOAX yang saat ini marak. Kabar hoax dan tidak benar saat ini semakin meraja rela. Bahkan berita tidak benar dan hoax ini sudah mengarah kepada disintegrasi negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Baca juga: Uni Eropa Sudah Atur, Indonesia Harus Segera Wajibkan OTT Asing Kerjasama dengan Lokal
"Saat ini banyak penjajah asing di dunia digital di Indonesia. Contohnya Facebook, Twitter, Instagram dan Youtube. OTT asing yang beroperasi di Indonesia tidak dibuatkan aturan yang jelas. Mereka sangat bebas melakukan aktivitasnya tanpa tersentuh aturan yang berlaku di Indonesia."
Baca juga: Apnatel Dukung Kewajiban Kerjasama OTT Asing dengan Penyelenggara Jaringan
"Padahal mereka menggeruk keuntungan dari bangsa Indonesia. Mereka menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang sangat potensial. OTT asing itu senang dengan Indonesia karena pasarnya yang besar dan tak ada aturan yang mengaturnya," ungkap Jackson, Kamis (4/2/2021).
Menurut Jakson, seharusnya seluruh OTT asing yang berbisnis di Indonesia termasuk OTT asing yang menyediakan layanan media sosial, video streaming dan e-commerce, diharuskan tunduk dan taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Termasuk kewajiban mereka tidak turut menyebarkan berita bohong atau hoax yang berbau SARA dan radikalisme.
"Saat ini Pemerintah belum mengatur mengenai keberadaan layanan digital di Indonesia. Sehingga saat ini di banyak media sosial yang berasal dari OTT asing berbau SARA dan radikalisme mengancam persatuan & kesatuan bangsa," ujarnya.
"DPP KNPI meminta agar Pemerintah segera mengatur secara spesifik tentang tatacara berbisnis di bidang digital di wilayah Indonesia. Tukang pulsa aja diatur, masa OTT asing tidak," imbuh Jakson.
Konten Porno Aksi
Selain isu disintegrasi, SARA dan radikalisme, di platform OTT asing juga beredar konten negatif lainnya seperti pornografi dan porno aksi.
Meskipun pemerintah sudah memiliki perangkat regulasi seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana, UU ITE dan UU Pornografi namun hingga saat ini Pemerintah tetap tak berdaya menindak OTT asing yang berusaha di Indonesia.