Ini Bahaya Pegasus hingga Sarankan Pejabat Negara Tingkatkan Multi Proteksi Siber
Berbeda dengan malware pada umumnya, spyware Pegasus tak dijual secara bebas. Karena bersifat selektif
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Lembaga CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), Pratama Persadha mengingatkan bahaya spyware Pegasus dari Perusahan NSO asal Israel yang menargetkan kalangan penting seperti pejabat negara.
Berbeda dengan malware pada umumnya, spyware Pegasus tak dijual secara bebas. Karena bersifat selektif, target penyerangan spyware kerap ditujukan pada celah di dalam sistem operasi ponsel Android maupun iOS.
"Penting disadari adalah malware pegasus ini tidak menyebar bebas, berbeda dengan malware wannacry dan nopetya yang menyebar cepat seperti pandemi virus Covid-19. Pegasus ini diciptakan menginfeksi perangkat memanfaatk celah pad aperating system android dan iOS, masuknya selama ini yang diketahui lewat Whatsapp. Jadi dengan melakukan pengiriman file maupun panggilan lewat WA, meski tidak kita angkat atau tidak kita balas, pegasus ini sudah masuk dan melakukan take over pada perangkat smartphone kita," kata Pratama saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Sistem Keamanan iPhone Tembus oleh Spyware Pegasus, Begini Saran dari Bos WhatsApp
Pratama mengungkapkan, hingga kini belum ada satupun perangkat yang bisa mendeteksi jenis malware ini. Sehingga dibutuhkan langkah preventif untuk mengantisipasi spyware Pegasus.
"Sejauh ini belum ada perangkat yang benar-benar bisa mendeteksi maupun menghapus malware pegasus. Karena itu langkah-langkah preventif perlu dilakukan karena Pegasus dikenal sangat mahal dan NSO sebagai perusahaan penyedianya, hanya mau menjual kepada pihak pemerintah resmi berbagai negara," tuturnya.
Baca juga: Saat Presiden Prancis Desak Israel Gegara Spyware, Bagaimana dan Apa Itu Serangan Siber Pegasus?
Karena NSO hanya mau melancarkan spyware Pegasus kepada kalangan tertentu, Pratama menjelaskan perlu langkah preventif dari pemangku kebijakan terkait. Menurutnya, tak cukup hanya Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Intelijen Negara serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) saja untuk memproteksi bahaya serangan ini.
"Berdasarkan laporan Amnesty International, pada prakteknya Pegasus juga menargetkan aktivis, jurnalis hingga pejabat pemerintahan di sebuah negara. Memang malware ini tidak menyerang secara luas, sasarannya sangat elitis para pemegang kekuasaan jika digunakan untuk kegiatan spionase.
Jadi ini bukan hanya urusan Kominfo saja, ini juga urusan BIN serta BSSN untuk mengamankan komunikasi para petinggi negara sekaligus mengamankan rahasia negara," bebernya.
Baca juga: India Dituduh Pakai Spyware Pegasus Israel ke Pengkritik Pemerintah
Terakhir, Pratama mengingatkan pentingnya multi proteksi khususnya bagi pejabat penting negara agara spyware Pegasus tidak menyerang sistem keamanan atau rahasia negara. Diperlukan protokol khusus nomor seluler untuk komunikasi para pejabat untuk menghindari peretasan hingga spionase.
"Harus dibuat sebuah protokol khusus agar nomor seluler untuk digunakan komunikasi para pejabat negara ini tidak bocor. Namun lebih penting lagi adalah Presiden dan kabinetnya serta pejabat lembaga tinggi negara tidak boleh lagi memakai WA. Lalu diperluas sampai tingkat ring 1 masing-masing pejabat tidak boleh memakai WA Itu langkah preventif utama yang sebenarnya di beberapa negara juga dilakukan," tutupnya.