Kasus Pencurian Data Nasabah di Sebuah BUMN Asuransi, Begini Temuan Lembaga Pemantau Kejahatan Siber
Ada akun bernama Reckt sempat mengupload sampel data yang dia jual, namun beberapa saat kemudian dihapus.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
Pratama menjelaskan, dari sini juga bisa disimpulkan bahwa sumber kebocoran data adalah akibat peretasan, bukan akibat jual beli data dari pihak internal atau pegawai.
Tentu kita tidak ingin kejadian ini berulang, karena itu UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) sangat diperlukan kehadirannya, asalkan mempunyai pasal yang benar-benar kuat dan bertujuan mengamankan data masyarakat.
Menurut Pratama, sebaiknya penguatan sistem dan SDM harus ditingkatkan, adopsi teknologi utamanya untuk pengamanan data juga perlu dilakukan. Indonesia sendiri masih dianggap rawan peretasan karena memang kesadaran keamanan siber masih rendah.
Yang terpenting dibutuhkan UU PDP yang isinya tegas dan ketat seperti di eropa. Ini menjadi faktor utama, banyak peretasan besar di tanah air yang menyasar pencurian data pribadi.
“Kebocoran data di Indonesia sudah kritis seperti ini seharusnya Pemerintah dan DPR bisa sepakat untuk menggolkan UU PDP," ujarnya.
"Tanpa UU PDP yang kuat, para pengelola data pribadi baik lembaga negara maupun swasta tidak akan bisa dimintai pertanggungjawaban lebih jauh dan tidak akan bisa memaksa mereka untuk meningkatkan teknologi, SDM dan keamanan sistem informasinya,” jelasnya.