Karyawan Pemegang Visa H-1B yang Terdampak PHK di Perusahaan Teknologi AS Berebut Cari Kerja
Melansir dari Forbes, lebih dari 42.000 karyawan di sektor teknologi telah kehilangan pekerjaan mereka selama bulan ini
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri teknologi mencapai puncak baru pada bulan ini, ketika raksasa di sektor teknologi seperti Meta dan Amazon melakukan pemangkasan tenaga kerja dalam skala besar.
Sebagai akibatnya, ribuan warga negara asing di Amerika Serikat (AS) terpaksa meninggalkan Negeri Paman Sam dalam proporsi eksodus yang belum pernah terlihat sebelumnya.
“Saya berkata pada diri sendiri bahwa saya akan menemukan pekerjaan baru pada bulan November, dan masa tenggang 60 hari untuk Visa H-1B saya akan mudah ditangani,” tulis seorang karyawan di LinkedIn yang diberhentikan dari perusahaan perangkat lunak DocuSign pada akhir September.
Baca juga: Kepala Twitter Prancis Resign di Tengah Badai PHK
Sebagai informasi, Visa H-1B adalah visa yang diperlukan bagi karyawan yang datang ke AS untuk melakukan pekerjaan profesional. Untuk memenuhi persyaratan pembuatan visa ini, karyawan harus memiliki gelar sarjana atau tingkat lebih tinggi (atau setara) dalam keahlian khusus pada bidang kerja yang sedang digeluti.
“Satu bulan kemudian dan tanpa tawaran pekerjaan yang terlihat, saya merasa kecil hati. . . Saya berharap saya tidak perlu memikirkan kemungkinan menakutkan untuk menjual semua yang saya miliki, mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang yang saya kenal di sini, dan meninggalkan negara ini setiap hari, hanya karena saya di-PHK,” sambung karyawan itu.
Melansir dari Forbes, lebih dari 42.000 karyawan di sektor teknologi telah kehilangan pekerjaan mereka selama bulan ini, atau lebih dari dua kali lipat dari jumlah di bulan lainnya pada 2022, menurut Layoffs.fyi.
Baca juga: Badai PHK Berlanjut, Cisco Pecat 4.000 Karyawan
Dua pertiga pemangkasan karyawan berasal dari empat perusahaan besar yaitu Meta, Amazon, Cisco dan Twitter. Warga negara asing, yang persentasenya sekitar 20-30 persen dari pekerja di perusahaan-perusahaan ini menurut seorang pengacara imigrasi di Fragomen, Kathy Khol, sering kali hanya memiliki waktu 60 hari untuk mencari pekerjaan baru agar tidak dideportasi.
“Dulu, PHK tidak terjadi secara bersamaan,” kata Khol, yang telah bekerja di bidang tersebut sejak 2010.
Menurut perkiraan Khol, setidaknya setengah dari pekerja yang baru saja di-PHK kemungkinan tidak bisa mendapatkan pekerjaan baru sesuai dengan tenggat waktunya.
Meskipun masih relatif mudah untuk mendapatkan pekerjaan di sektor teknologi dalam 60 hari di musim panas lalu, ketika perusahaan rintisan seperti Carvana dan GoPuff memberhentikan ribuan pekerja, mayoritas pemegang visa yang diberhentikan bulan ini tidak akan beruntung, kata Sophie Alcorn, yang menjalankan firma hukum imigrasi yang berfokus pada Silicon Valley.
Investor di sektor teknologi setuju dengan prediksi tersebut. Perusahaan yang biasanya mempekerjakan pemegang Visa H-1B terbanyak yaitu Microsoft, Amazon, dan Meta, sekarang telah "mengumumkan penghentian perekrutan dan PHK", kata partner di Agya Venture Kunal Lunawat.
"Jika Anda di-PHK, Anda hampir tidak punya tempat tujuan," ungkap Lunawat.
Baca juga: Ekonom Prediksi Gelombang PHK Akan Berlanjut di Perusahaan Layanan Digital, Tak Berhenti di GoTo
Untuk saat ini, Apple dan Alphabet belum mengumumkan pemutusan hubungan kerja. Beberapa perusahaan masih merekrut karyawan secara agresif, khususnya startup tahap awal yang paling terisolasi dari pergolakan pasar publik.
Sementara perusahaan baru dapat bertahan, menurut investor ventura Manan Mehta mengatakan ekosistem startup tidak memiliki cukup lowongan pekerjaan untuk menangani ribuan pencari kerja yang dilepaskan raksasa teknologi dan perusahaan besar lainnya seperti Salesforce, Stripe dan Lyft.