Karyawan Pemegang Visa H-1B yang Terdampak PHK di Perusahaan Teknologi AS Berebut Cari Kerja
Melansir dari Forbes, lebih dari 42.000 karyawan di sektor teknologi telah kehilangan pekerjaan mereka selama bulan ini
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Muhammad Zulfikar
“Anda memerlukan putaran pendanaan yang sangat besar bahkan untuk mulai membuat perbedaan dan mempekerjakan karyawan pada volume itu,” kata pemilik firma Unshackled Ventures Manan Mehta, yang berinvestasi di perusahaan rintisan yang didirikan oleh imigran.
“Tapi tidak ada yang melonggarkan sisi penyebaran modal untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Pasar ventura hampir membeku saat ini,” sambungnya.
Beberapa warga negara asing yang di-PHK selama musim panas mengatakan kepada Forbes, perusahaan tempat mereka bekerja dulu seperti Rivian dan GoPuff menawarkan cara untuk memperpanjang tenggat waktu 60 hari mereka.
Baca juga: Startup Nuro Umumkan PHK 300 Karyawannya
Di startup keamanan OneTrust yang berbasis di Atlanta, Amerika Serikat, karyawan yang diberhentikan diberi pilihan untuk menerima enam minggu uang pesangon atau enam minggu cuti tanpa dibayar.
“Uang memang bagus, tapi waktu adalah yang paling penting,” kata Jose Tovar, seorang insinyur perangkat lunak yang memilih opsi terakhir, yang secara efektif memberinya waktu lebih dari 100 hari untuk mencari pekerjaan baru.
Tovar mengatakan dia mendapat manfaat dari menghabiskan dua minggu untuk memulihkan mental dari pengumuman PHK sebelum dia memulai pencarian pekerjaan yang memberinya posisi baru di perusahaan perangkat lunak logistik lokal SMC3.
Namun, ribuan karyawan tampaknya tidak memiliki kemewahan yang sama. Di Meta, pekerja yang di-PHK dibiarkan dalam kegelapan meskipun ada janji dari CEO Mark Zuckerberg untuk memberikan dukungan imigrasi kepada pemegang visa, menurut laporan dari Buzzfeed News.
Seorang ilmuwan riset yang mengerjakan AI di Instagram, yang telah diberhentikan Meta, Huy Tu mengatakan kepada Forbes meskipun dia berbicara dengan pengacara di Meta, terkadang mereka tampaknya tidak "dibekali" untuk menjawab pertanyaan mengenai imigrasinya.
Misalnya, Tu mengatakan dia menerima jawaban yang tidak konsisten mengenai kapan status penganggurannya dimulai. Tu akhirnya menghubungi universitas tempat dia baru saja lulus untuk mengetahui pilihannya.
Khol menambahkan, volume PHK bulan ini menyebabkan beberapa perusahaan memangkas pekerja tanpa memberikan dukungan yang memadai.
Baca juga: Badai PHK Melanda Perusahaan Teknologi, Wintertech Dimulai, Masa Sulit Telah Datang
“Apa yang dapat dilakukan pemberi kerja dengan benar adalah memastikan mereka memiliki rencana yang baik, seperti dukungan pengacara yang cukup untuk memberikan konsultasi empat mata (untuk pemegang visa). Saya pikir ada elemen tanggung jawab pemberi kerja yang diperlukan,” ujarnya.
Menurut Kathy Khol, banyak pekerja teknologi tidak bisa menemukan pekerjaan baru dalam 60 hari, namun ada manuver untuk memperpanjang masa tinggal mereka di AS, seperti beralih ke visa pengunjung, mengajukan kartu hijau kemampuan luar biasa atau kembali ke sekolah untuk memperoleh gelar lain.
Meski Visa H-1B dapat langsung ditransfer ke pemberi kerja baru, langkah-langkah seperti itu dapat menelan biaya ribuan dolar AS dan mungkin masih tidak memberikan jaminan untuk tinggal di negara tersebut.
Sementara peluang bekerja di perusahaan teknologi menyusut, beberapa warga negara asing dapat tinggal di AS dengan beralih ke bidang kewirausahaan, meskipun jalan itu memiliki rintangannya sendiri karena Amerika Serikat tidak memiliki visa startup resmi untuk pengusaha.
“Hal pertama yang [pekerja teknologi asing] lakukan dengan meninggalkan negara asalnya adalah tindakan kewirausahaan. Jadi saya akan mendorong mereka untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah saya ingin mengambil langkah kewirausahaan selanjutnya dan memulai sebuah perusahaan? Jika mereka melakukannya, ada banyak dari kita yang akan mendanainya,” jelas Manan Mehta.