Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Keamanan dan Kedaulatan Negara Harus Jadi Pertimbangan Utama Ketika Berikan Izin ke Starlink

Hingga saat ini Starlink tak pernah mau membangun NOC, Gateway dan IP Address di negara yang mereka layanin.

Penulis: Erik S
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Keamanan dan Kedaulatan Negara Harus Jadi Pertimbangan Utama Ketika Berikan Izin ke Starlink
Dok. pribadi
Ketua Program Studi Kajian Terorisme SKSG (Sekolah Kajian Stratejik dan Global) Universitas Indonesia, Muhamad Syauqillah. Hingga saat ini Starlink tak pernah mau membangun NOC, Gateway dan IP Address di negara yang mereka layanin. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegelisahan kehadiran satelit orbit rendah seperti Starlink, tak hanya dikritisi oleh pengusaha jasa telekomunikasi dari aspek persaingan usaha saja.

Namun kehadiran Starlink ini juga dinilai beberapa pihak juga akan mengancam kedaulatan siber Indonesia dan berpotensi memperbesar risiko separatisme di Papua.

Lembaga yang pernah membuat kajian kedaulatan siber dan potensi risiko separatisme di Papua adalah Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (SKSG UI).

Dalam kajian yang pernah dipublikasikan beberapa waktu yang lalu, Muhamad Syauqillah Ketua Prodi SKSG UI mengatakan jika satelit dengan dengan teknologi Low Earth Orbit Satellite (LEO) tak memiliki kerjasama degan perusahaan jasa telekomunikasi di Indonesia akan memperbesar risiko terhadap kedaulatan siber dan potensi risiko separatisme di Papua.

Baca juga: Kerja Sama Starlink dan Operator Telekomunikasi Nasional dalam Mendorong Visi Indonesia Digital 2045

Ini disebabkan Starlink tidak memiliki NOC, Gateway dan IP Address.

Hingga saat ini Starlink tak pernah mau membangun NOC, Gateway dan IP Address di negara yang mereka layanin. Seluruh perangkat telekomunikasinya tersebut berada di negara Amerika.

Apa lagi dalam operasionalnya Starlink mengadopsi teknologi Inter Satellite Link (ISL). Dengan tekonologi ini seluruh data telekomunikasi yang terjadi di Starlink langsung masuk dan dikontrol di Amerika.

BERITA REKOMENDASI

Dengan seluruh perangkatnya tidak ada di Indonesia, maka kontrolnya ada di negara lain. Akibatnya akan mempersulit penegak hukum di Indonesia untuk mengawasi dan mengontrol Starlink.

Teknologi ISL ini memungkinkan Starlink dapat menghindari gateway internet Indonesia, sehingga negara tak memiliki kedaulatan untuk menjalankan kebijakan internet seperti trust positive dan kewajibannya lawful intercept, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.

“Dari sisi ini kami melihat Indonesia sebagai negara berdaulat penuh menjadi tak memiliki kedaulatan siber atas badan usaha yang melakukan usaha di Indonesia. Sehingga kajian yang pernah kita lakukan adalah jika Starlink ingin beroperasi di Indonesia kami merekomendasikan agar mereka tak menjual produknya langsung ke konsumen. Jika ingin menjalankan bisnisnya Starlink bisa bekerja sama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi yang sudah ada di Indonesia,” ucap Syauqillah.

Prosedur dan mekanisme pengajuan izin bagi penyelenggara jasa telekomunikasi, lanjut Syauqillah sudah dibuat oleh Kemenkominfo.

Bagi badan usaha yang hendak menjalankan usaha jasa telekomunikasi, regulator telah mewajibkan agar memiliki NOC, server, hub, NMS (Network Monitoring System).

Selain itu mereka harus menggunakan autonomous system (AS) Number, IP address di Indonesia. Perangkat itu semuanya bukan sekadar dummy. Namun keberadaannya fisiknya harus ada dan ditaruh di Indonesia. Tujuannya untuk mendukung lawful intercept.

Jika Starlink tetap tak ingin memenuhi seluruh persyaratan dan prosedur tersebut, Syauqillah menilai kerjasama dengan penyelenggara jasa telekomunikasi bisa menjadi jalan tengah bagi mereka untuk dapat memberikan layanan telekomunikasi di Indonesia.

“Starlink penuhi saja seluruh mekanisme dan prosedur yang telah dibuat Kemenkominfo. Seluruh prosedur tersebut harus menjadi acuan untuk seluruh perusahaan telekomunikasi yang ingin berinvestasi di Indonesia. Jika Starlink beroperasi di Indonesia tanpa memenuhi seluruh mekanisme dan prosedur yang berlaku maka Indonesia tak memiliki kedaulatan siber dan ini menjadi potensi ancaman keamanan nasipnal,” kata Syauqillah.

Pemerintah harusnya tak hanya sekadar mempertimbangkan adanya potensi investasi yang masuk dari kehadiran Starlink di Indnesia. Syauqillah mengatakan pemerintah juga harus dapat mempertimbangkan isu-isu keamanan, pertahanan dan ancaman separatisme di Papua ketika hendak memberikan izin bagi Starlink.

“Dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik regional dan global memanas, sebagai negara yang berdaulat seharusnya pemerintah dapat lebih ketat untuk menjalankan prosedur dan mekanisme pengajuan izin bagi Starlink. Sehingga pemberian izin Starlink harusnya mempertimbangkan lingkungan strategis. Kita tak bisa menutup mata terhadap dinamika geopolitik dalam memberikan izin Starlink. Jangan sampai pemerintah hanya mempertimbangkan potensi investasi yang akan masuk saja tanpa mempertimbangkan lingkungan strategis dan dinamika geopolitik saat ini ,”kata Syauqillah

Syauqillah memastikan kajian yang dibuat SKSG UI terhadap Starlink bukan anti terhadap potensi investasi yang masuk di sektor telekomunikasi atau yang dibawa oleh Elon Musk.

Kajian yang dibuat SKSG UI merekomendasikan selain melihat potensi investasi yang masuk, pemerintah juga harus mempertimbangkan kedaulatan negara dan isu-isu keamanan, pertahanan serta ancaman separatisme di Papua dengan hadirnya Starlink.

Kajian SKSG UI dan seluruh persyaratan serta prosedur pengajuan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang dibuat Kemenkominfo dinilai Syauqillah bukan suatu yang dibuat mengada-ada. Semua ini merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga kedaulatan Indonesia.

Syauqillah mengatakan, saat ini pemerintah harus cerdas untuk mencari titik keseimbangan antara menarik investasi sektor telekomunikasi dengan kebutuhan strategis nasional.

“Kajian SKSG UI menyimpulkan titik strategis tersebut dapat terjadi jika Starlink ingin berusaha di Indonesia mereka harus bekerja sama dengan perusahaan di Indonesia. Dengan kerja sama ini membuat kebutuhan akan pertahanan keamanan nasional dapat terpenuhi. Sehingga potensi investasi yang masuk ke Indonesia tidak akan mengancam kedaulatan dan keamanan nasional,”pungkas Syauqillah.

Uji coba di IKN

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengungkapkan, Starlink telah mengajukan perizinan operasional Space X di Indonesia dan akan melakukan ujicoba layanan di ibu kota negara (IKN) di Kalimantan Timur.

Space X telah mengajukan perizinan sebagai penyelenggara layanan Very Small Aperture Terminal (VSAT) dan Internet Service Provider (ISP) kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menkominfo menekankan, Starlink harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk memenuhi syarat beroperasi di Indonesia.

Dalam waktu dekat, Starlink akan melakukan uji coba di Ibukota Negara (IKN).

“Kalau di IKN itu (Starlink) dia bakal melakukan uji coba dan lagi diusahakan time table-nya (jadwal uji coba layanan Starlink di tahun 2024,” ungkap Menkominfo dalam keterangannya, dikutip Kamis (4/4/2024).

Menurut Budi Arie, Pemerintah membuka peluang bagi perusahaan telekomunikasi baik skala nasional maupun global untuk berinvestasi dan mengembangkan ekosistem digital di Indonesia.

“Kita lihat nanti perkembangannya, yang penting kita harus bikin bisnis yang fair, level playing field-nya juga dan semua harus ikuti regulasi yang ada,” tandasnya.

Sementara, Direktur Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kominfo Wayan Toni Supriyanto menjelaskan, dalam proses perizinan operasi, Starlink telah membangun hub dan memenuhi standarisasi perangkat dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika.

“Jadi mereka ada kemungkinan sudah comply untuk VSAT. Untuk internet (ISP) dia harus bekerja sama dengan NAP, mungkin belum selesai perjanjian kerja sama,” ujar Wayan Toni.

Dirjen PPI Kominfo menegaskan terdapat perbedaan kedudukan antara Starlink Global dan Starlink Indonesia. Menurutnya, Starlink Indonesia menjadi bagian dari penyelenggara telekomunikasi di Indonesia.

“Mereka global ya Starlink saja, kalau Starlink Indonesia pemegang izin VSAT dan izin ISP-nya nanti jadi dia seperti penyelenggara di Indonesia. Mereka beli perangkat dan internetnya ke Starlink global, jangan disamakan dengan mereka, makanya harus membangun hub disini,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas