Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Techno

Praktik ISP Ilegal Rugikan Penyelenggara Jaringan Internet Fiber ke Rumah-rumah

ISP ilegal RW/RW Net berkembang sejak 2008 bermula dari layanan internet untuk pengguna di area kos kosan mahasiswa.

Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Praktik ISP Ilegal Rugikan Penyelenggara Jaringan Internet Fiber ke Rumah-rumah
Choirul Arifin
Acara diskusi media bertajuk 'Darurat RT/RW Net Ilegal Tanggung Jawab Siapa?' yang diselenggarakan Selular di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik penyelenggaraan internet service provider (ISP) ilegal berupa reseller jaringan internet mandiri ke rumah-rumah kembali marak dalam beberapa tahun terakhir.

Praktik ISP tak berizin berwujud RT/RW net ilegal tersebut dinilai merugikan para pelaku industri telekomunikasi berizin yang menyediakan layanan sambungan internet ke rumah tangga atau fiber to the home (FTTH).

Praktik RT/RW net ilegal membuat bisnis bereka kalah bersaing karena menawarkan biaya berlangganan yang sangat rendah, hanya Ro100 ribu per bulan, bahkan kurang dari itu. Praktik RT/RW net ilegal juga merugikan konsumen karena kualitas layanan internet berkualitas rendah.

Praktik RT/RW net ilegal ini menjadi bahasan menarik di acara diskusi media bertajuk 'Darurat RT/RW Net Ilegal Tanggung Jawab Siapa?' yang diselenggarakan Selular di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2024.

Baca juga: Kelola Fiber Optic 2.500 Km, JLM Garap Kebutuhan Internet di Kawasan Residensial

Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Heru Sutadi mengatakan, praktik RT/RW net ilegal sebenarnya merugikan konsumen.

"Karena sama-sekali tidak ada perlindungan konsumen. Kalau tiba-tiba hujan, kecepatan data internetnya langsung bermasalah karena berbasis radio frequency," ungkap Heru Sutadi.

Dia menilai, saat ini perizinan untuk menjadi penyelenggara ISP legal atau reseller legal sudah dipermudah "Karena sudah ada OSS (Online Single Submission). Maka itu RT/RW net harus didorong agar memiliki izin," kata Heru Sutadi.

BERITA REKOMENDASI

"Masayarakat juga disarankan memilih penyedia layanan internet yang ilegal meski tarif yang ditawarkan murah. Hindari yang ilegal, selain tak bayar pajak mereka juga tidak beri perlindungan ke konsumen.  Kita juga mendorong agar pemerintah dan asosiasi mengajak mereka segera mengurus perizinan," bebernya. 

Dia menambahkan, jika mengacu pada Pasal 11 ayat 1 UU Telekomunikasi, perusahaan penyedia layanan telekomunikasi harus berizin dan ada sanksi pidana bagi penyedia ilegal. "Kita dukung RT RW Net tapi yang juga memiliki izin agar masyarakat konsumen juga lebih terlindungi," tegasnya.

Saat ini sejumlah pelaku industri FTTH telah menemukan tren pemakaian lalu lintas internet yang tidak wajar di sejumlah lokasi yang diduga merupakan hasil praktik RT/RW net ilegal.

Banyak masyarakat memilih menggunakan RT/RW net lantaran harganya yang terbilang terjangkau. Mereka bisa menikmati fasilitas internet untuk sekeluarga dengan hanya mengeluarkan uang Rp100 ribu per bulan. 

ISP Ilegal Sudah Ditertibkan Tapi Selalu Muncul

Dany Suwardany, Direktur Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo mengatakan, ISP ilegal RW/RW Net berkembang sejak 2008 bermula dari layanan internet untuk pengguna di area kos kosan mahasiswa.

Namun memasuki 2010 mulai dikomersialisasikan ke kawasab kelurahan, lalu berkembang sampai lintas kecamatan. 

"Modusnya sama, mereka beli bandwidth lalu dijual kembali ke orang lain, ada yang menggunakan radio frekuensi bahkan ada yamg gunakan serat fiber," kata Dany.

Dia menyatakan, upaya sosialisasi dan penertiban leh Kominfo sudah dilakukan bekerja sama dengan Polri, tapi layanan ilegal ini terus bermunculan. 

Sejak ada Permen Kominfo Nomor. 13 Tahun 2019 sudah ada kesempatan bagi reseller ISP untuk atasi pelanggaran penjualan kembali bandwidth ini. 

"Sebelum 2018 ISP ilegal ini masih berada di lingkup perkotaan, tapi sejak ada penertiban ini mereka sudah tidak berani lagi beroperasi di perkotaan, mereka geser menjangkau ke wilayah kecamatan dan pedesaan," sebutnya.

Dia mengatakan, jika ada pelanggaran penjualan kembali bandwidth ke masyarakat, kita minta ISP agar memutus status berlanggananannya. 

"Ada 111 pelaku usaha sudah melakukan pemutusan akses ilegal. RT RW Net ini muncul karena adanya kebutuhan masyarakat terhadsp akses jaringan internet, juga karena isu tarif, mereka menawarkan harga murah," kata dia.

Pendapat Pengamat

Pengamat telekomunikasi dan pengajar ITB, yang juga mantan komisioner BRTI Ridwan Efendi mengatakan, masyarakat boleh saja berlangganan layanan internet murah dari RT/RW Net.

Yang penting, penyedia layanan tersebut sudah berizin. "Karena rezim telko di Indonesia mengharuskan penyelenggara layanan internet mengantongi izin Kominfo," ungkap Ridwan Efendi.

Ridwan juga menekankan, Pemerintah perlu revisi aturan telekomunikasi karena masyarakat sekarang ingin mendapatkan layanan telekomunikasi yang seamless.

Misalmya saat masyarakat akan bepergian perjalanan dengan pesawat udara, sejak dari bandara, saat dalam penerbangan serta saat mendarat. 

"Tapi regulasi yang ada sekarang sangat complicated, dan rumit. Layanan telekomunikasi yang seamless akan sulit didapatkan. Selain itu, regulator untuk industri telko seharusnya berada di luar pemerintahan," saran Ridwan.

Mengutip data APJII, tingkat penetrasi internet di Indonesia 79,5 persen dengan umlah penduduk terkoneksi internet 221,563 juta dari total populasi 278,696 juta penduduk Indonesia. 

Dia membeberkan, Jumlah terbesar pengakses internet di 2024, sebanyak 74,3 persen lebih dari seluler, wifi rumah 22,4 persen.

"Kalau mengejar speed dan data yang stabil, internet rumah sangat bisa diandalkan tapi faktanya penggunaan internet rumah pertumbuhannya sangat lamban. Mungkin ada masyarakat yang menggunakan layanan RT/RW net tapi datanya belum masuk ke APJII," beber Ridwan Efendi.

ISP Ilegal Disukai Masyarakat Karena Tarifnya Murah

Sekretaris Jenderal APJII Zulfadli Syam, mengatakan ISP ilegal model robinhood seperti RT/RW Net ini ilegal tapi disukai masyarakat. "Kami pernah mendapati temuan di Medan terjadi akuisisi antar pengelola ISP ilegal dengan kapasitas bandwidth 23 gigabytes," sebutnya.

Dia juga sependapat, izin menjadi reseller ISP saat ini sudah sangat mudah maka itu penertiban ISP ilegal harus ditegakkan. Untuk jadi reseller harus menyandang status penyedia ISP lokal yang legal. 

Dia memperkirakan, penyedia layanan RT/RW Net saat ini mencapai 50 ribu, sementara reseller yang sudah OSS 25 ribu dsn ISP legal 5.000an perusahaan.

"ISP ilegal biasanya menjual paket bandwidth dengan harga di bawah rata-rata ISP yang legal, di kisaran Rp 100 ribu per bulan," kata Zulfadli Syam.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas