Inilah Sensasi Empat Jam di Perut Bumi
Memasuki mulut gua yang tak seberapa lebar, Anda akan merasa seperti perlahan ditinggalkan oleh terang, tenggelam dalam gelap nan senyap
Penulis: Regina Kunthi Rosary
Editor: Deodatus Pradipto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pernahkah berpikir bahwa keindahan dunia tak hanya terletak di permukaannya saja? Nyatanya rongga-rongga di bawah permukaan bumi menyajikan pula kebesaran Sang Pencipta yang patut dikagumi.
Bertandanglah ke Gua Buniayu yang terletak di desa Kerta Angsana, Nyalindung, Sukabumi, Jawa Barat. Sensasi empat jam ditelan bumi dapat direguk nikmat dalam wisata minat khusus di tempat itu.
Tak hanya menyajikan keindahan demi memuaskan mata belaka, wisata minat khusus memberikan pula pengalaman berpetualang menyusuri gua vertikal layaknya seorang caver sejati. Jika Anda mengidamkan sebuah perjalanan penuh tantangan yang berbeda, kegiatan ini akan sangat pas untuk dijajal.
Sebelum memulai penjelajahan, Anda akan didandani layaknya caver profesional. Setelah dilengkapi helm, headlamp, wearpack, gloves, dan boots, barulah Anda dianggap siap untuk dilahap oleh sang gua.
Tak serta-merta dengan melangkahkan kaki, melainkan seutas tali akan membawa Anda masuk melalui mulut gua, turun sedalam kurang-lebih 18 meter. Anda tak perlu khawatir karena tim pemandu akan setia menemani sepanjang perjalanan.
Memasuki mulut gua yang tak seberapa lebar, Anda akan merasa seperti perlahan ditinggalkan oleh terang, tenggelam dalam gelap nan senyap. Namun, dalam gelap, sebuah rongga teramat besar akan menyambut, menyapa dengan segala keindahannya yang terlalu memesona.
Dengan sorotan sinar headlamp, keindahan dinding gua dapat Anda singkap. Misterius nan dingin, namun sungguh menakjubkan, itulah kesan yang akan menguar.
Di situlah perjalanan sejauh satu setengah kilometer yang sesungguhnya akan Anda mulai. Tak hanya berjalan menapaki dasar gua, Anda akan memanjat, beringsut di antara bebatuan, merayap, menenggelamkan separuh tubuh dalam aliran sungai, hingga melawan pelukan lumpur pekat di kedua kaki.
Gua Cipicung dianggap mampu mewakili keindahan cave system di kawasan Asia Tenggara. Tak heran, ragam gugusan batuan kapur yang terbentuk begitu memukau, sekaligus menantang Anda untuk menaklukkannya.
Sembari memanjat, menuruni, dan menyelinap di antara bebatuan, ribuan stalaktit dan stalakmit mengintai di berbagai sisi. Anda tentu haruslah menjaga agar helm di kepala tak menebas juntaian stalaktit atau tangan dan kaki tak khilaf mematahkan stalaktit serta stalakmit. Sebab, dibutuhkan waktu setahun untuk mereka tumbuh sepanjang satu milimeter saja.
Aliran air tak lupa menjadi kawan dalam perjalanan lantaran sebagian jalur penjelajahan dilewati sungai. Air yang mengalir tersebut sekaligus menjadi tanda bahwa oksigen masih tersedia secara baik di dalam sana.
Kedalaman air beragam, mulai dari setinggi mata kaki hingga sebatas dada orang dewasa. Tak perlu takut bahaya gigitan hewan berbisa mengancam, sebab tak seekor ular pun akan bertahan hidup dalam gua.
Tentu ada beberapa jenis hewan yang hidup dan dapat ditemui dalam gua tersebut. Mereka, antara lain kelelawar, jangkrik buta, laba-laba, dan udang purba. Jangkrik buta memiliki antena yang panjang. Sementara itu, udang purba berwarna merah muda dan berwujud amat mini, seperti kaki seribu kecil sepanjang satu sentimeter.
Tiba di sebuah tempat dengan sungai setinggi betis dan bantaran bebatuan di satu sisi, Anda akan menikmati sensasi piknik yang sungguh nikmat. Sembari beristirahat, Anda akan disuguhi secangkir kopi atau teh hangat serta makanan ringan oleh para pemandu.
Setelah puas menikmati piknik singkat, perjalanan kembali dilanjutkan. Namun, Anda akan terlebih dulu merasakan sensasi kegelapan abadi.
Ketika segala penerangan dipadamkan, yang ada hanyalah gelap, sensasi kegelapan abadi dapat mulai Anda selami. Sekeliling seakan renyap, hanya menyisakan suara aliran air yang syahdu.
Saat itu Anda tengah berada dalam zona kegelapan abadi, tempat dalam gua yang tak mampu ditembus setitik cahaya pun dari atas permukaan bumi. Artinya, zona senja yang masih menerima pantulan sinar matahari terik telah jauh Anda tinggalkan, terlebih zona terang yang berada di kawasan mulut gua.
Tak lama, dalam hitungan menit, penerangan kembali dinyalakan dan perjalanan pun berlanjut. Menyusuri susunan bebatuan alami tidaklah mudah. Anda pastilah akan banyak membelalakkan mata dan tersengal usai berhasil melalui beberapa bagian yang sulit sekaligus amat menantang untuk dilintasi.
Setelah menempuh tiga per empat perjalanan, bersiaplah bertarung melawan lekatnya genangan lumpur dalam lintasan. Melelahkan memang, namun tentunya amat mengasyikkan dan menghasilkan suatu kesan mendalam pada ekspedisi Anda.
Selama perjalanan, tim pemandu tak sekadar menemani dan memandu. Mereka seakan melebur, menjadi bagian dari perjalanan Anda, dan tak menyisakan jarak sedikit pun selayaknya kawan karib. Selain membantu, mereka akan berjuang bersama Anda, berbagi cerita, bahkan bergurau ria.
Inilah yang membedakan wisata minat khusus di Gua Buniayu. Anda akan menikmati keindahan gugusan bebatuan dan berbagai makhluk hidup, menerima pengetahuan yang dituturkan pemandu dengan caranya yang amat bersahabat, menelan berbagai tantangan yang memicu adrenalin, sekaligus mendapat ikatan emosional yang cukup erat dengan para pemandu.
Mengakhiri penjelajahan, baluran lumpur akan memenuhi wearpack, gloves, dan boots Anda. Namun, Anda tak akan kembali dengan berselimut lumpur lantaran tim pemandu akan lebih dulu membawa Anda ke air terjun Bibijilan.
Menumpangi sebuah mobil pick-up, Anda akan diajak bertandang ke air terjun tersebut. Sambil membersihkan diri dari balutan lumpur, Anda dapat menikmati segarnya terpaan air yang mengalir deras di sana sambil merilekskan tubuh yang lelah.
Ekspedisi minat khusus berakhir sampai di situ. Kendati demikian, pengalaman yang Anda dapatkan selama empat jam ditelan bumi tersebut tentu tak akan mudah dilupakan. (rgn)