Kisah Nury Risma yang Sangat Takut Tiap Naik Pesawat, Badan Gemetaran Seperti Orang Mau Melahirkan
Betapa tersiksanya Nury Risma, tiap kali naik pesawat, karena takut ketinggian. Tiap terjadi turbulensi, dia pegang erat-erat penumpang di sebelah.
Editor: Agung Budi Santoso
Informasi kecelakaan
Ketakutan serupa dirasakan perempuan pebisnis, sebut saja Ani (33). Semula dia sangat menikmati penerbangan. Belakangan dia beberapa kali diserang panik ketika berada di udara lantaran dia teringat kecelakaan pesawat terbang.
Kebetulan dia memang gemar membaca seputar dunia penerbangan. Ketika terjadi kecelakaan, Ani mengikuti pemberitaannya sampai detail, mulai dari peristiwa hingga analisisnya. ”Eh, jadi kalau pas lagi turbulensi atau cuaca buruk kok jadi parno sendiri karena sering nonton pembahasan kecelakaan pesawat terbang.”
Surya Pratama (47), karyawan sebuah perusahaan, kerap menghindar kalau harus bepergian dengan pesawat. Ia merasa paling tak berdaya ketika berada dalam pesawat yang mengangkasa.
Dalam benaknya, badan pesawat tak akan cukup kokoh untuk mengarungi langit.
Pada saat penerbangan berjalan tenang tanpa gumpalan mengusik sekalipun, Surya bisa membayangkan lantai pesawat seolah-olah bakal jebol.
Di sisi lain, ia membayangkan tak akan ada harapan hidup jika pesawat mengalami kecelakaan. ”Kalau terperangkap dalam bus karena suatu kecelakaan, misalnya, masih bisa dibayangkan usaha menyelamatkan diri seperti apa. Kalau di udara bagaimana?” ujarnya.
Beberapa hari sebelum bepergian dengan pesawat, Surya biasanya sudah stres. Namun, puncak ketegangannya tentu terjadi ketika ia memasuki pesawat.
Akhirnya, ia meminum obat penenang tiap kali menempuh penerbangan jarang menengah dan panjang.
”Begitu masuk pesawat, minum obat penenang itu, biasanya efeknya saya bisa tidur nyenyak. Teman seperjalanan yang kadang mengeluh karena saya tidur terus, tidak bisa diajak ngobrol,” ujarnya.
Penyair Warih Wisatsana (50) jauh hari sebelum naik pesawat selalu stres. Ia bahkan bisa muntah-muntah seminggu sebelum keberangkatannya dari Bali menuju Jakarta, misalnya.
Di dalam kabin, jika di kantong kursi tersedia lembaran doa, ia akan membacanya dari semua agama berulang-ulang.
”Kalau masih boleh memilih, saya lebih baik berkereta,” katanya. Ketakutan itu, katanya, dipicu oleh imajinasinya yang liar tentang ketinggian dan pesawat. ”Saya tidak bisa pasrah. Selalu mikir gimana kalau jatuh...,” tuturnya.
Meskipun takut terbang, Nury, Ani, maupun Surya tetap akan naik pesawat. Dalam waktu dekat ini, Ani dan Nury sudah merencanakan perjalanan.