Lawang Sewu di Semarang, Masih Misteri, Mengapa Bangunan Belanda Ini Disebut Seribu Pintu?
Lawang Sewu, bangunan bersejarah warisan Belanda di Semarang yang bernuansa rada angker karena bekas penjara. Lantas mengapa disebut seribu pintu?
Editor: Agung Budi Santoso
Sayang, Rabu (20/5/2015) siang, kami tidak bisa mengunjungi ruang bawah tanah Lawang Sewu yang sedang direnovasi.
Dulu, ruang bawah tanah itu dimanfaatkan sebagai penjara.
Lawang Sewu di Kota Semarang. Semerbak kolonial Belanda (Tribun Jateng/ Rival Al Manaf)
Namun, mulai April April 2014, bagian ini tidak dibuka untuk umum.
Sebagai ganti, foto-foto di koridor bangunan berlatar deretan pintu-pintu tak kalah memuaskan.
Tak Sulit Menuju Lokasi
Tak sulit menemukan Lawang Sewu yang buka setiap hari pukul 07.00-21.00. Berada di jantung Kota Semarang dan diapit jalan protokol--Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran, dan bundaran Tugu Muda--Lawang Sewu bisa dicapai menggunakan Bus Rapid Transit (BRT) atau angkutan kota (angkot).
Dari Bandara Ahmad Yani Semarang, Anda bisa naik BRT dari Kalibanteng dan cukup membayar Rp 3.500 (tarif Mei 2015).
Selanjutnya, turun di selter depan Balaikota Semarang, dan berjalan ke arah kanan atau Selatan sekitar 10 menit.
Begitu juga dari Simpanglima Semarang atau dari Hotel Santika di Jalan Pandanaran. Anda bisa naik BRT dari selter terdekat.
Anda yang membawa sepeda motor atau mobil, tersedia lahan parkir di sisi kiri atau gang di samping kawasan Lawang Sewu.
Wisatawan berpose di halaman Gedung Lawang Sewu (Tribun Jateng/ Rival Al Manaf)
Tarif parkir sepeda motor sebesar Rp 3.000 dan roda empat Rp 5.000 rupiah.
Pulang dari Lawang Sewu juga bisa membawa oleh-oleh.
Di samping kiri bangunan, terdapat toko souvenir yang menyediakan beragam buah tangan. Jika ingin lebih beragam, bisa berjalan 10 menit ke pusat olah-oleh di sepanjang Jalan Pandanaran.