Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menyusuri Sungai di Singapura, Tempat Warga Bernostalgia dengan Masa Lalu

Pemerintah Singapura juga menjadikan sungai sebagai ajang mempertontonkan kedigdayaan ekonomi mereka.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Menyusuri Sungai di Singapura, Tempat Warga Bernostalgia dengan Masa Lalu
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
Dengan menghabiskan dana sekitar ratusan juta dollar, Sungai Singapura kembali bersih pada 1987. 

TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Sungai di Singapura memiliki andil terpenting dalam perkembangan Negeri Singa.

Di sisi sungai sepanjang 3,2 kilometer itu, dimulailah kisah sebuah perkampungan nelayan pada abad pertengahan yang menjelma menjadi salah satu pusat perniagaan dunia pada era modern.

Pembangunan Singapura modern diawali dari sebuah perjalanan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Sir Thomas Stamford Raffles pada Januari 1819.

sungai singapura
Sungai Singapura dengan latar belakang gedung pencakar langit. (Kompas.com/Muhammad Ikhsan)

Memasuki wilayah Singapura melalui mulut sungai tersebut, Raffles menganggap wilayah tersebut strategis sehingga ia memutuskan membangun pulau yang mayoritas wilayahnya saat itu masih berupa rawa menjadi sebuah pusat pelabuhan bebas.

Napas pembangunan Singapura melalui tepi sungai tetap dipertahankan ketika negara itu merdeka pada 1965.

Selain melestarikan berbagai dermaga di tepi sungai, seperti Boat Quay, Clarke Quay, dan Robertson Quay, Pemerintah Singapura juga menjadikan sungai sebagai ajang mempertontonkan kedigdayaan ekonomi mereka.

Hal itu bisa disaksikan dengan kehadiran puluhan gedung pencakar langit dan tentunya Marina Bay Sands yang melatari pemandangan sungai.

Berita Rekomendasi

Pada pertengahan Mei lalu, Kompas menelusuri Sungai Singapura menggunakan bumboat atau perahu kayu.

Perjalanan dibagi dalam empat kategori wilayah, yaitu Robertson Quay, Clarke Quay, Boat Quay, dan Marina Bay.

Di tiga wilayah pertama disajikan pemandangan pusat perdagangan masa lalu berupa rumah toko (ruko) bergaya arsitektur lawas khas Eropa abad ke-20, tetapi telah dipugar kembali dengan dinding berwarna-warni.

Tak hanya itu, sejumlah gedung peninggalan kolonial Inggris juga masih berdiri kokoh.

Beberapa di antaranya adalah Victoria Theater yang dibangun tahun 1862, Museum Peradaban Asia yang berfungsi sebagai gedung pengadilan pada 1865, dan Katedral Saint Andrew yang dibangun pada 1855.


Kesan klasik pun tercipta dari kehadiran beberapa jembatan yang membelah sungai tersebut.

Jembatan-jembatan itu dibangun ketika masa kolonial Inggris.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas