Lezatnya Leumang, Ketan Bakar dengan Cocolan Selai Kudapan Khas Ramadan dari Aceh
Untuk saat sekarang keberadaan leumang sudah terlebih langka dan hanya dijual di tempat tertentu dan pada saat-saat tertentu pula.
Editor: Mohamad Yoenus
Di dalamnya dilapisi dengan daun pisang yang masih muda, juga dalam kondisi segar.
Leumang. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Adonan leumang lalu dimasukkan ke dalam buluh bambu yang sudah beralas daun pisang dan dibakar memakai api besar hingga sekitar empat jam.
Ruas-ruas bambu setinggi sekitar 50 meter dengan diameter 3-5 Cm itu mula-mula dijejerkan di samping bara api, lantas dibolak-balik agar matang sempurna.
Leumang yang sudah matang bisa dilihat dari kondisi buluh yang kuning kecoklatan karena terus menerus dijilat api.
“Dalam sehari kami bisa menghabiskan hingga 150-200 ruas bambu. Kami menjual leumang ketan putih, ketan hitam, dan leumang ubi,” ujar Hafsah yang dibantu oleh tujuh orang anak, menantu, dan juga cucunya.
Proses pembuatan leumang. (Serambi Indonesia/Nurul Hayati)
Cocolan Selai
Untuk cocolan selai dibuat khusus dengan kompisisi tepung terigu, telur, gula pasir, santan, dan vanili untuk aroma.
Semua bahan-bahan tadi lantas dijadikan satu di dalam wajan lalu dimasak di atas kompor dengan api sedang sambil terus diaduk-aduk.
Proses membuat selai memakan waktu hingga 1 jam.
Sesudah adonan mengental dan menebarkan wangi khas, selai pun diangkat.
Hafsah mengatakan dalam sehari ia bisa menghabiskan hingga 30 bambu beras ketan dan 60 butir kelapa untuk santan.
Untuk selai menghabiskan hingga 2 Kg tepung dan gula pasir.
Buluh sudah dipesan jauh-jauh hari sebelum Ramadan.
Batang bambu yang berukuran relatif kecil disbanding bamboo kebanyakan itu dipasok dari Kabupaten Pidie dan diangkut dengan truk secara berkala.