Gereja Eben Ezer Banjarmasin, Bernuansa Etnik, Ada Kesenian Khas Daerah Setiap Kebaktian
Kebaktian bernuansa etnis ini biasanya digilir sukunya tiap bulan. Misalnya, bulan ini nuansa Toraja, bulan depan lagi Dayak, dan seterusnya.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Eben Ezer ini tampak berdiri kokoh.
Berlokasi di Jalan S Parman, Banjarmasin, bangunan gereja ini bergaya rumah tradisional Dayak, yaitu rumah betang.
Suasana di dalam gereja setelah acara kebaktian. (Banjarmasin Post/Yayu)
Bangunannya tampak berbeda sendiri jika dibandingkan dengan di sampingnya yang rata-rata didominasi ruko, rumah sakit dan warung makan.
Arsitekturnya tampak cantik dan sederhana, dengan dominasi warna coklat dan putih. Bagian atapnya tampak berbentuk segitiga.
Di bagian atasnya ada salib yang besar dan tulisan nama tempat ini, menandakan bahwa ini adalah sebuah gereja.
Interiornya terasa tenang. Apalagi udaranya dingin karena ada beberapa AC di dalamnya.
Bangku-bangku dan meja-meja panjang dari kayu berwarna coklat sebagai sarana beribadah tampak berjejer rapi.
Ada sebuah salib besar di depan altarnya dan mimbar tempat pendeta berkhutbah. Gereja ini berkapasitas 400 orang.
Di waktu-waktu tertentu tempat ibadah ini diramaikan oleh berbagai kegiatan kerohanian. Di balik semarak kegiatan kerohanian di gereja ini, tersimpan keunikan tersendiri.
Tak hanya dari segi bangunannya yang bergaya rumah khas Dayak, namun juga dari segi keragaman suku para jemaatnya yang berpengaruh juga dengan gaya penyampaian khutbah pendetanya dan tata ibadahnya.
Di gereja ini, pada pekan ketiga tiap bulannya ada kebaktian bernuansa etnik.
Karena jemaatnya dari berbagai suku bangsa, maka diadakanlah kebaktian bernuansa etnis ini agar kecintaan terhadap budaya Indonesia diperoleh dan keimanan tetap dijaga.
Ketua Majelis Jemaat Eben Ezer, Pdt Haryandinato STh, mengatakan dulu gereja ini hanya milik orang Dayak yang beragama Kristen. Dulu pun dibangunnya oleh orang-orang Dayak.
Namun sejak 1950, gereja ini mulai membuka diri kepada para jemaat dari suku lain yang ada di Banjarmasin. Karenanya, statusnya kemudian berubah dari Gereja Dayak menjadi Gereja Kalimantan Evangelis (GKE).
Sekarang, jemaat gereja ini tak hanya orang Dayak yang ada di Banjarmasin seperti Dayak Ngaju dan Dayak Manyan, namun juga orang Manado, Batak, Toraja dan Sunda.
Kebaktian bernuansa etnis ini biasanya digilir sukunya tiap bulan. Misalnya, bulan ini yang ditampilkan nuansa Toraja, bulan depan lagi Dayak, dan seterusnya.
Tiap kali kebaktian bernuansa etnis ini, biasanya akan ditampilkan kesenian-kesenian khas daerah tersebut.
Tak hanya keseniannya, bahkan khutbahnya pun berbahasa daerah dari suku yang ditunjuk. Agar jemaatnya paham isi khutbahnya, pengurus gereja menyediakan teks terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang ditampilkan di layar LCD di samping altar.
"Pendetanya ya mau tidak mau harus bisa bahasa daerahnya. Tapi kalau di sini tak masalah karena kami memiliki beberapa pendeta dari berbagai suku yang bisa berkhutbah di sini. Kalau susah, terkadang kami campur juga bahasanya dengan Bahasa Indonesia," ujarnya.
Menariknya lagi, lokasi gereja ini dekat dengan Kampung Arab di Kelurahan Antasan Kecil Barat. Jaraknya hanya beberapa ratus meter.
Warga di Kampung Arab rata-rata beragama Islam, namun umat Kristen tetap bisa beribadah dengan tenang di gereja ini.
"Itulah keunikan gereja kami ini. Keharmonisan antara Islam dan Kristen tetap terjaga," imbuh Wakil Ketua Majelis Jemaat Eben Ezer, Bambang Soerodjo.
Gereja ini sangat mudah dicari karena lokasinya di pinggir jalan. Angkutan umum banyak lewat sini, seperti angkutan kota. Mau kemari naik angkutan kota, bisa memilih jurusan ke Kayutangi, biasanya lewat depan gereja ini.