Candi Walang, Pemakaman Raja Palembang, Konon Jasad Warga Biasa Tak Bisa Dikubur di Tempat Ini
Menurut juru kunci orang yang meninggal tapi tidak memiliki keturunan Palembang maka mayatnya tidak bisa terkubur.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Sriwijaya Post: Yandi Triansyah
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Di area ini terdapat makam sultan pertama dari Kesultananan Palembang Darussalam, yakni Kemas Hindi yang bergelar Pangeran Ratu Kemas Hindi Sri Susuhanan Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman.
Silsilah raja di lingkungan Kerajaan Palembang. (Sriwijaya Post/Yandi Triansyah)
Letak pemakaman ini di Jalan Candi Welan Palembang, persis di belakang Pasar Cinde, Jalan Jenderal Sudirman Palembang.
Ada cerita panjang terkait awal mula Kesultananan Palembang Darussalam dan hubungannya dengan kompleks makam ini.
Setelah keraton Kuto Gawang dikuasai oleh Belanda. Pangeran Rejek Putra pertama mengungsi ke pedalaman.
Namun kekuasaannya diserahkan kepada adiknya Pangeran Ratu Ki Mas Hindi.
Ki Mas Hindi sebagai penguasa Palembang kembali mengikat hubungan dengan Mataram. Akan tetapi Palembang hanya menerima penghinaan.
Atas sikap itulah, Palembang kemudian mengambil keputusan, bahwa hubungan ideologis kuktural sudah waktunya dihentikan.
Sikap Ki Mas Hindi yang tegas mengangap Palembang merupakan suatu kerajaan yang mandiri, dengan identitas sendiri karena Palembang adalah Palembang bukan Jawa.
Ki Mas Hindi menunjukkan bahwa raja Palembang sederajat dengan raja Mataram. Maka Ki Mas Hindi menggunakan gelar Sultan Abdurrahman bergelar Kholifatul Mukminin Sayidal Imam juga terkenal dengan Sunan Candi Walang.
Atas kondisi itulah, yang membuat perubahaan yang besar di dalam kesultanan Palembang.
Mengakibatkan hampir seluruh tata cara dan kebiasaan berubah. Seperti keris, pakai Jawa menjadi pakaian melayu.
Aksara Jawa diganti menjadi Aksara melayu (Arab gundul). Hanya bahasa keraton yang masih menggunakan bahasa Jawa, namun untuk rakyatnya sendiri sudah menggunakan bahasa Palembang.
Kesultanan Palembang Darussalam yang didirikan Kemas Hindi bertahan sekitar 200 tahun, sebelum dibubarkan kolonial Belanda.