Nasi Tumpang Manten Anyar, Hidangan Penangkal Dinginnya Lereng Gunung Lawu di Karanganyar
Dinginnya lereng Gunung Lawu di Karanganyar bisa ditolong dengan santapan Nasi Manten Tumpang Manten Anyar, wedang jahe dan camilan.
Editor: Agung Budi Santoso
Sama seperti hik tradisional lain, wedang menjadi pesona utama. Beragam wedang hangat menjadi minuman andalan yang digandrungi pembeli. Seduhan jeruk nipis, jahe, kencur, plus gula batu paling banyak dipesan pelanggan. Variasi wedang lain adalah jahe teh tape, jahe gepuk gula jawa, jahe secang, dan masih banyak lagi.
Suguhan lelucon
Lontaran guyonan dan keramahan penjual hik juga menjadi suguhan yang memberi warna. Pembeli seolah menemukan sahabat sehingga betah nongkrong sembari ngobrol beragam hal di warung hik. Tak heran jika pelanggan pun masih berdatangan hingga lewat jam tutup warung.
Jika tempat duduk di depan gerobak mulai penuh, Mulyono biasa berteriak ”serkong... serkong” alias geser bokong. Pelanggan yang sudah paham segera menggeser tempat duduk untuk memberi ruang bagi tamu lain.
Mengandalkan kejujuran, pembeli bebas mengambil kudapan dan mengingat-ingat sendiri apa saja yang sudah disantap.
Sempat merantau sebagai tenaga kerja di Malaysia, Mulyono kemudian pulang kampung dan merintis usaha hik pada 2002. Awalnya, ia mangkal di pertigaan lampu merah di daerah Bejen, Karanganyar.
Pelanggannya kemudian berkembang dari anak-anak muda rekan sekolah anaknya menjadi keluarga hingga tamu-tamu dari luar kota. ”Mending hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di luar negeri,” kata Mulyono. ”Hiikk..!" (Mawar Kusuma)