Berwisata ke Kelenteng Cu An Kiong di Lasem, Kecamatan Berjuluk Tiongkok Kecil
Masih banyak bangunan kuno bergaya Tiongkok berdiri kokoh dan menjadi tempat tinggal warga.
Editor: Mohamad Yoenus
Setiap ubin mewakili satu lukisan. Total ada 50 lukisan yang disusun hingga ke langit-langit.
"Dulu, ada teman saya yang pergi ke Den Haag (Belanda) dan sempat mampir ke museum khusus Indonesia. Di sana ada peta Lasem buatan 1477, dan Kelenteng Cu An Kiong sudah masuk di dalamnya. Itu berarti, kelenteng ini sudah dibangun sebelum peta itu dibuat," kata pengurus Kelenteng Cu An Kiong, Gandor Sugiharto.
Lukisan di satu pintu Kelenteng Cu An Kiong. (Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan)
Ada yang menyebut, kelenteng itu dibangun pada 1335. Sampai sekarang, mayoritas bangunan fisik Cu An Kiong masih asli.
Keleteng ini pernah menjadi lokasi syuting film Ca Bau Kan.
Makco Thian Siang Sing Bo atau Dewa Laut merupakan tuan rumah kelenteng ini.
Namun, ada pula kongco atau dewa lain yang ditempatkan di kelenteng tersebut.
Yang menarik, ada nama dewa berbau Jawa, yaitu Raden Panji Margono.
Dewa ini memiliki bentuk dan pakaian yang lebih Jawani karena memakai beskap.
Berbeda dari kongco lain yang asli Tiongkok, kongco Raden Panji Margono tak diberi sesembahan berbau babi setiap kali arak-arakan digelar.
Lorong menuju tempat sembahyang utama Kelenteng Cu An Kiong. (Tribun Jateng/M Syofri Kurniawan)
Raden Panji Margono merupakan pahlawan yang berjuang mengusir penjajah Belanda bersama tokoh Tionghoa saat itu, Tan Kee Wie dan Raden Ngabehi.
Di tempat yang kini menjadi kelenteng itulah mereka menyusun strategi penyerangan meski akhirnya kalah.
Belakangan, umat Tionghoa membuat kongco Raden Panji Margono sebagai bentuk penghormatan.
Perjalanan Kelenteng Cu An Kiong cukup berliku, khususnya saat Orde Baru.
Saat itu, mengecat tembok pun dipersulit aparat pemerintah setempat. Namun, selepas Ore Baru, banyak pejabat mendatangi kelenteng tersebut.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.