Jawaban Lugas Kontestan Thole Genduk Ponorogo yang Semuanya Siswa SD, Ketika Diuji Dewan Juri
Inilah jawaban para siswa SD peserta pemilihan Thole Genduk Ponorogo ketika diuji dewan juri.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Perhelatan pemilihan duta wisata kabupaten Ponorogo kemarin (4/8/15) masuk babak grand final, acara tersebut dihelat di gedung Sasana Praja disamping Pendopo Agung Ponorogo.
Gedung lantai 2 tersebut serasa tidak muat dengan antusias para pendukung maupun para pengunjung, pengunjung bukan hanya masyarakat Ponorogo banyak pengunjung luar kabupaten yang menyempatkan diri untuk hadir, karena ivent ini jauh hari sudah disuarakan baik lewat website atau media lainnya.
"Spektakuler....... Luar biasa...." ucap Praminto yang kemarin hadir beserta 2 remajanya, dia datang jauh-jauh dari Mojokerto diniati ingin melihat parade 200 reyog dan remajanya merengrengek ingin melihat pemilihan duta wisata ini.
Suasana final pemilihan Thole Genduk Ponorogo 2015 (Kompasiana/ Nanang Diyanto)
Tata panggung dan lampunya luar biasa, nuansa jawanya sangat kentara, imbuhnya.
Perhelatan Thole Gendhuk kemarin mengambil tema "ethnic of java", kata panitya, menurutnya banyak talenta-talenta muda yang mengikuti ajang ini banyak yang mengusai dan menampilkan kesenian ber-etnis jawa, maka diputuskannya baik tata panggung dan dekorasi latar berupa gunungan pewayangan.
Para peserta Thole Gendhuk ini adalah usia Sekolah Dasar kelas 4-6, mereka mewakili sekolah atau kecamatan tempat mereka tinggal.
Acara ini dibuka oleh bupati Ponorogo dan ditandai dengan penyerahan gunungan wayang dari bupati kepada salah satu peserta thole sebagai pertanda resmi grand final pemilihan duta wisata thole gendhuk dibuka.
Tiba-tiba ruangan sasana praja menjadi gelap, dan hanya satu lampu yang berada di kanan panggung yang baru dinyalakan, nampak thole yang menerima gunungan dari bupati tadi langsung memainkan di depan layar dan batang pisang.
Gamelan bergemuruh dengan rancak, dan dalang cilik inipun dengan lincah memainkan wayang dan gununganya mirip main pedang-pedangan, suaranya besar mantab dan sesekali berubah mirip suara perempuan, persis dalang-dalang dewasa memainkan wayang, sementara kaki kanannya terus menyepak-nyepak benda yang berada di kotak besar disampingnya yang menimbulkan bunyi gemerenceng.
Suasana final pemilihan Thole Genduk Ponorogo 2015 (Kompasiana/ Nanang Diyanto)
Dalang cilik ini menceritakan dengan singkat proses berdirinya kabupaten Ponorogo dimulai dari jaman berakhirnya kerajaan Majapahit dan munculnya kerajaan Demak Bintoro, Raja Demak mengutus adiknya yang bernama Raden Katong untuk memadamkam pemberotakan di Wengker (Ponorogo jaman dulu), kisah haru biru percintaan raden Katong dengan putri Niken Gandhini (anak musuhnya Ki deman suryongalam), dan sampai berjasilnya menyelesaikan tugas dan mendpat anugrah menjadi bupati di Ponorogo.
Cerita berakhir ketika 2 gunungan di gelar kembali. Riuh tepuk tangan penonton ketika dalang cilik itu berdiri sambil membungkukan badan berpamitan turun panggung.
Dan tiba-tiba panggung selatan bergemuruh kembali, lampu berawana-warni menyala dan tampak asap biru putih menyembul, dari kana kirinya muncul rombongan penari lelaki dan perempuan beberapa pasang.
Jalannya lenggak-lenggok mirip anak yang sedang dolanan (bermain), sementara penari perempuanya ayu dan centil bergerak mengikuti gamelan yang dibunyikan. Gending cublak-cublek suweng, dilanjut gending dolanan lainnya.
Tarian baru berakhir ketika mereka memperagakan gerakan akrobatik mirip pemandu sorak di kejuaraan bola basket seperti foto diatas.