Berburu Pecel Tumpuk, Sate Setono dan Sego Tahu di Kota Lama Ponorogo Semerbak Tempo Doeloe
Singgah di Kota Ponorogo, tiada lengkap tanpa mencicipi pecel tumpuk, Sate Setono dan sego tahu khas Kota Reog.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM, PONOROGO - Dalam sejarah berdirinya Ponorogo pernah mengalami perpindahan pusat pemerintahan, sebelum di tempat sekarang ini pusat pemerintahan berada di sekitaran Pasar Pon, orang lebih suka menyebut Kota Lama.
"Prapatan Pasar Pon" ini menjadi pusat kegiatan masyarakat, pasar ini berdiri sejak jaman Ponorogo berdiri sehingga sekarang, namun besar dan luasnya kalah dengan pasar Songgolangit yang menjadi pasar induk Ponorogo sekarang ini, prapatan (perempatan) ini menjadi batas 3 kecamatan yakni; Babadan, Siman dan Jenangan, dan menjadi batas 4 kelurahan yakni; Kadipaten, Singosaren, Mangunsuman, dan Patihan Wetan.
Kawasan kota lama di Ponorogo (Kompasiana/ Nanang Diyanto)
Beberapa bangunan serta peninggalan bersejarah masih bisa kita nikmati dan kita pelajari dan dirawat sehingga sekarang, berikut liputannya.
Makam Setono, komplek makam para bangsawan sekaligus para penyebar agama Islam berada ditimur perempatan belok ke kiri tepatnya di jalan Raden Katong kelurahan Setono Kecamatan Jenagan.
Ini menjadi salah satu tujuan wisata religi, di makam ini disemayamkan antara lain Sunan Katong (Raden Katong), beliau putra prabu Brawijaya yang merupakan utusan Raden Patah dari Demak untuk menyebarkan agama Islam sekaligus meredakan pemberontakan di Suru Kubeng (oleh daerah Jetis Ponorogo) yang dipimpin oleh Ki Ageng Kutu.
Disemayamkan juga, Ki Ageng Mirah (dari Demak), patih Seloaji, dan para istri Sunan Katong berikut keturunan serta pengikutnya.
Makam ini buka pada Kamis malam Jumat, dan bila ada peziarah diluar waktu tersebut bisa menghubungi juru kunci yang berada tidak jauh dari komplek makam.
Dalam jalan menuju makam ada 3 gapura (regol) seperti gambar diatas, dan ada 3 pintu menuju bangunan utama.
Dan di komplek makam tersebut ada masjid dan madrasah yang menjadi kegiatan keagamaan sampai sekarang.
Masjid Kauman Kota Lama, berada diutara perempatan Pasar Pon belok kiri, bangunan masjid masih berdiri kokoh dan dipakai sampai sekarang.
Angka tahun pembuatan 1560 dan dipugar tahun 1965 sesuai pada prasasti yang terdapat pada halaman masjid.
Dan dibelakang masjid ada komplek makam para pengurus masjid, dan salah satu makam yang bercungkup besar dan tidak terawat, karena ada kepercayaan tidak boleh menziarahi makam tersebut, entah bagaimana sejarahnya tentang hal ini, ketika bertanya pada orang yang diberada disekitar masjid dia hanya menggeleng tidak mau berpolemik dan tidak mau berandai-andai.
Mungkin dalam adat [norma] Jawa istri seorang raja tidak boleh kawin lagi sepeninggal sang raja, namun salah satu istri ada yang kawin lagi sepeninggal sang raja, dan ketika meninggal dan dikuburkan di komplek makam Setono jenasahnya tidak bisa masuk kedalam liang lahat, akhirnya dikuburkan di belakang masjid Kauman ini.
Ada kepercayaan perempuan yang merawat makam tersebut akan menjadi wanita nakal, dan tapi sering juga ada perempuan nakal yang berziarah disitu agar laris dan diminati lelaki hidung belang. Tapi entahlah kepercayaan itu masih berlaku sampai sekarang.
Reog, kesenian khas Ponorogo (Kompasiana.com/ Nanang Diyanto)
Selain masjid juga terdapat pondok pesantren yang berada di samping kanan kiri serta jalan masuk ke masjid Kauman Kota Lama ini.
Kuliner Khas Kota Reog
Sate Ayam dan Sego Tahu, kuliner khas yang hanya bisa kita dapatkan di daerah ini, sebenaranya di Ponorogo merupakan sentra sate ayam, namun sate ayam di daerah Kota Lama ini mempunyai ciri khas, dimana ayam direbus dulu sebelum di sunduk menjadi sate, sambal kacang dan bumbunya juga beda dengan sate di daerah Ponorogo kota, dan ke khasan ini diikuti oleh pedagang-pedagan sate di pinggiran dan desa-desa di Ponorogo, sate ini biasa jualannya dipikul sambil teriak "Teeeeee................ sate....................."
Namun begitu juga banyak pedagang sate yang mangkal di sekitaran kota lama, diantaranya di komplek pasar Pon dan di utara, timur, selatan, dan barat pasar Pon.
Sego tahu, nasi tahu yang khas nasi atau lonthong yang di kasih tahu goreng yang dikopyok dengan telur, sambal atau bumbunya kacang peda dan diberi kecap manis dan acar.
Dan nasi tahu ini bisa kita dapatkan di selatan perempatan dan barat perempatan.
Ada juga pecel tumpuk dan soto santan khas pasar pon, yang akan memanjakan lidah pengunjung.
Rumah priyayi dan juragan batik, Di sepanjang jalan Batoro Katong dan sekita kota lama ini kita akan dibuat kagum oleh rumah rumah dengan arsitek lama, rumah khas Ponorogo seperti gambar di atas dan rumah yang menjulang tinggi dengan atap yang agak tegak dengan halaman luas.
Mirip bagunan jaman Belanda, dan hanya orang-orang kaya yang bisa memiliki bangunan ini. Dan daerah ini dulu menjadi rumah-rumah juragan batik, dan bangunan tersebut selain digunakan rumah hunian juga dibuat sekolahan dan perkantoran.
Nama jalan-jalan seperti sido mukti, cide wilis, ukel, parang menang, parang kusumo menjadi bukti kalau daerah sini menjadi pusat batik dan kota.
Komplek makam Sunan Katong dan bangsawan muslim di Setono, Ada 3 gapura dan ada 3 pintu masuk (Kompasiana/ Nanang Diyanto)
Dari kota lama ini pula kegiatan budaya di Ponorogo dimulai, seperti kirab budaya, kirab Grebeg Syuro, Kirap Pusaka, intinya adalah gambaran pindahnya pemerintahan dari kota lama ke kota baru yang sekarang ini yang berjarak kurang lebih 10 km.
Kota lama ini banyak group kesenian reyog dan sanggar tari tentang Ponorogo, yang bisa didatangi kapan saja.
Kota lama juga menjadi sentra pembuatan batu bata dan gerabah, banyak asap dari perapian menjelang sore dari tempat tempat pembakaran batu bata dan gerabah.
Kegiatan ini sebagia besar sudah menjadi penghasilan utama di sela sela pekerjaan di sawah. (Kompasiana.com/ Nanang Diyanto)