Songket eksklusif hadir dalam tenunan benang sutra yang dibanderol mencapai Rp 5 juta.

“Selain motif yang menjadi yang menjadi ciri khas dan daya tarik songket Aceh lantaran ditenun secara manual, jadi semuanya handmade,” ujar Jasmany.

Proses menenun

Songket Aceh yang ditenun secara manual melalui serangkaian proses sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen.

Rata-rata dalam sebulan sepuluh pengrajin yang dipekerjakan Jasmany hanya bisa menyelesaikan 3 helai songket.

Pembeli bisa memilih ukuran 1 meter yang dihargai Rp 500 ribu atau satu satu set dengan selendang yang dibanderol Rp 800 ribu.

Selain menerima pesanan, Jasmany juga menyediakan songket siap pakai dalam jumlah terbatas.

“Songket Aceh juga banyak dipesan untuk hantaran oleh pihak mempelai perempuan dari luar daerah yang menikah dengan pria Aceh. Mereka tertarik dengan songket etnik Aceh. Begitu juga halnya dengan pemesanan songket untuk keperluan baju yang akan dipakai oleh kedua mempelai,” tutur Jasmany.

Pemilik usaha songket yang menabalkan nama yang sama pada brand produknya, merintis usahanya sejak 1990.

Mengingat ongkos produksi yang tak bisa dibilang murah, Jasmany tak berani menyetok songket dalam jumlah massal.

Ia mengaku tertarik menggelutinya karena kekhasan yang melekat pada secarik songket.

Tenun songket Aceh (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)

Selain mejeng di pameran UKM di Pasar Aceh Baru lantai 3, Jasmany seharinya-hari membuka usahanya di Jalan Lambaro Angan Desa Miruek Taman Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.

Aceh Besar merupakan kabupaten tetangga Kota Banda Aceh.

Sementara Darussalam dikenal sebagai kawasan mahasiswa.

Jika warga lokal menjadikan songket sebagai hantaran, bagaimana dengan anda? terpikat songket etnik Aceh untuk oleh-oleh? Happy shopping.