Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Museum Wayang di Jakarta, Anda Bisa Pelajari Bedanya Wayang Kulit, Golek, Revolusi, Suker

Mau tahu apa bedanya wayang kulit, wayang golek (Sunda), wayang revolusi dan sederet lain? Kunjungi Museum Wayang di Jakarta.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Museum Wayang di Jakarta, Anda Bisa Pelajari Bedanya Wayang Kulit, Golek, Revolusi, Suker
Tribunnews.com/ Reynas Abdila
Pertunjukan wayang kulit di Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTAMuseum Wayang adalah salah satu tempat wisata yang ada di kawasan Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat yang menampilkan pertunjukan wayang secara berkala.

Banyak wawasan lebih mengenai dunia pewayangan yang mulai dilupakan terutama oleh generasi muda mulai dari jenis tokoh pewayangan asli Indonesia sampai negara-negara asing.

“Pada umumnya pagelaran wayang ini mengambil cerita dari berbagai sumber sejarah nasional Indonesia dan disesuaikan dengan tokoh-tokoh wayang yang ada,” kata Sumardi, Kepala Museum Wayang, Selasa (18/8/2015).


Anak-anak memainkan wayang golek di Museum Wayang di Jakarta (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)

Contohnya di pekan ini ada pertunjukan wayang kulit Surakarta, Solo dengan lakon Babat Rono Marto yang didalangi Ki Fakih Tri Sera dari sanggar Saeko Budoyo.

“Tentunya masih dalam suasana kemerdekaan pagelaran wayang sebagai warisan budaya ini diharapkan dapat menghibur masyarakat,” paparnya.

Wayang tidak hanya sekedar bentuk kesenian tapi juga sebagai media yang menyampaikan pembelajaran serta memberikan pemikiran mengenai fisafah hidup.

Berita Rekomendasi

Adapun jenis wayang yang dipamerkan dari berbagai daerah di Pulau Jawa, misalnya wayang golek, wayang revolusi, wayang suker, dan lain-lain.

Bila ditotal yakni mencapai 5.500 koleksi, tak hanya wayang muse mini pun menyimpan koleksi boneka-boneka dari berbagai negara seperti Cina, India, Thailand, Kamboja hingga Perancis dan Suriname.

“Masih dalam semarak ulang tahun Museum Wayang juga yaitu 13 agustus 1975, kami sengaja menyajikan pameran budaya dalam satu bulan penuh ini,” tambahnya.

Wayang Kulit Revolusi

Beberapa waktu setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pulau Jawa masih terus bergejolak.

Pada masa itu perhatian mengacu terhadap kisah-kisah mengenai VOC atau mengenai Marsekal bertangan besi Herman Willem Daendels di Jawa tentang Perang Jawa, Perang Aceh, dan lain-lain.


Museum Wayang tampak dari luar.

Kondisi masyarakat tersebut membuat RM Sayid tergerak hatinya untuk membantu peranan para pemimpin Indonesia dalam membangkitkan dan memperkuat Nasionalisme Bangsa.

Tahun 1950-an, RM Sayid tokoh seniman lukis wayang membuat suatu perangkat wayang khusus untuk mengangkat topik-topik tersebut, yang diperkenalkan dengan nama wayang Perdjoeangan.

Perangkat wayang istimewa ini dibeli oleh Wereldmuseum (dahulu Museum Voor Vol Kenkunde atau museum ilmu bangsa-bangsa) di Rotterdam, Belanda.

Wayang Revolusi tidak pernah memiliki naskah cerita tertulis sehingga pagelaran wayang tersebut tidak memiliki pakem yang khusus.

Pada bulan Agustus 2005, Wereldmuseum Rotterdam menyerahkan sebagian keleksi Wayang Kulit Revolusi tersebut kepada Museum Wayang untuk dipinjamkan secara jangka panjang.

Pemda DKI diwakili Wagub Provinsi DKI Jakarta, Kepala Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi Jakarta kemudian secata simbolis menerima penyerahan wayang kulit revolusi 21 April 2005.

Penyerahan itu diberikan Walikota Rotterdam Mr. Ivo Opstelten kepada Pemda DKI di Belanda kepada Gubernur DKI Jakarta Bapak Sutiyoso untuk Museum Wayang 24 September 2005.

Wayang Kulit Revolusi antara lain adalah wayang ibu-ibu pkk dan wanita desa, pejuang dari Madura dan Jawa, pelajar bersepeda, serdadu belanda dan petinggi, gubernur jenderal Belanda dan petinggi kerajaan, pangeran Diponegoro dan kerabat keratin, para demang menghadap raja, TNI, dan pidato Bung Karno.

Sejarah Bangunan

Bangunan yang dibuat pada tahun 1640 oleh Jan Pieterszoon Coen atau yang lebih dikenal dengan nama JP Coen mengalami beberapa kali perombakan.

Pada awalnya bangunan ini bernama De Oude Hollandsche Kerk (Gereja Lama Belanda) dan dibangun pertamakali pada tahun 1640.


Wayang Revolusi, salah satu koleksi Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. (Tribunnews.com/ Reynas Abdila)

Tahun 1732 diperbaiki dan berganti nama De Nieuwe Hollandse Kerk (Gereja Baru Belanda) hingga tahun 1808 akibat hancur oleh gempa bumi pada tahun yang sama.

Di atas tanah bekas reruntuhan inilah dibangun gedung museum wayang dan diresmikan pemakaiannya sebagai museum oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 13 Agustus1975.

Meskipun telah dipugar beberapa bagian gereja lama dan baru tetapi masih tampak terlihat di dalam bangunan ini.

Penasaran ingin mengetahui tentang kesenian tentang wayang? Silahkan datang museum ini buka mulai hari Selasa-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB dengan biaya tiket masuk Rp 5.000 per orang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas