Gua Lazimnya Setengah Bulat, Tapi Ini Bentuknya Segitiga Melengkung, Gua Kemang di Sibolangit
Lazimnya gua berbentuk bulat atau setengah lingkaran. Ini malah segitiga melengkung. Namanya Gua Kemang di Sibolangit, Sumatera Utara.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM - Unik, sebuah gua bisa menjadi asal muasal nama sebuah desa.
Sekilas, gua Kemang di Desa Sembahe, Sibolangit, Sumatera Utara ini padahal tampak biasa.
Tapi jika mendengar mitos keberadaannya begitu dianggap keramat, wisata ke gua ini menjadi layak dikunjungi jika wisatawan sedang mengunjungi tempat wisata Pemandian Sungai Sembahe yang terkenal di Sibolangit.
Gua Kemang berbentuk segitiga yang melengkung, sehingga dari jauh terlihat seperti segitiga dan dilihat dari dekat tampak setengah lingkaran.
Jalan berundak-undak menuju Gua Kemang.
Gua tampak seperti tanah yang berlumut, karena dilapisi lumut begitu tebal. Padahal gua tersebut terbuat dari batu yang konon telah ada ratusan tahun silam
Gua ini memiliki lubang dengan ukuran sekitar 60x50 cm. Cukup sempit untuk duduk, namun muat untuk seseorang tidur.
Dengan ketinggian lebih kurang 3 meter, ruangan di dalam gua ini seperti terbuat oleh sentuhan tangan manusia, alias seperti batu yang disemen karena datar dan halus.
Di belakang gua ini terdapat sebuah ukiran yang barbentuk makhluk kecil yang hampir mirip seperti manusia.
Ramdin, penduduk sekitar, menuturkan ada cerita dari mulut ke mulut bahwa makhluk kecil tersebut merupakan si Emang (makhluk halus) yang membuat perjanjian dengan Bolang (seorang petani) untuk membuat lahan tanah bertani dalam waktu yang singkat.
"Emang memberi syarat agar Bolang tidak memperbolehkan siapapun untuk melihat pekerjaannya mengolah lahan tanah, tapi ternyata istri Bolang datang dan membuat perjanjian batal, si Emang menghilang dan Bolang menemukan gundukan batu besar dengan ukiran gambar si Emang di batu besar tersebut," katanya.
Wisatawan sedang berada di mulut Gua Kemang di Sibolangit, Sumatera Utara yang berbentuk segitiga. Lubang pintu masuknya kecil.
Sejak dahulu kala banyak yang ingin memindahkan batu tersebut tapi tidak berhasil.
Bahkan koloni Belanda di zaman penjajahan juga tidak bisa menghancurkannya.
"Sejak saat itu penduduk melakukan penyembahan pada batu tersebut, hingga masyarakat menyebutnya Sembahe yang dalam Bahasa Karo 'sembahlah itu'," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.