Madu Ruang dari Waerebo Flores, Diminati Turis Asing karena Diambil Langsung dari Dalam Tanah
Ribuan wisatawan asing dan Nusantara sudah menikmati alam, keindahan rumah adat Waerebo serta panoramanya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Sejalan dengan semakin dikenalnya Kampung Adat Waerebo ke seluruh dunia, geliat potensi sumber daya alam yang ada di sekitar kampung itu mulai diperkenalkan kepada tamu-tamu asing dan domestik yang berkunjung ke sana.
Kampung tradisional Waerebo di Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan tujuh Niang (rumah adat) dengan arsitektur yang unik sudah diakui UNESCO.
Ribuan wisatawan asing dan Nusantara sudah menikmati alam, keindahan rumah adat Waerebo serta panoramanya.
Selain itu, salah satu potensi alam di sekitar Kampung Waerebo adalah Madu Lebah Ruang Waerebo.
Mengapa disebut Madu Lebah Ruang Waerebo? Madu ini diambil dari dalam tanah, dan orang lokal Manggarai Raya menyebutnya Madu Ruang.
Madu ini berbeda dengan madu yang berada di pohon. Induk Madu Ruang membuat sarang di bawah tanah di lahan masyarakat dan di hutan di sekitar kampung Waerebo.
Awalnya, Madu Lebah Ruang hanya dikonsumsi oleh masyarakat Kampung Waerebo dan sekitarnya.
Selain itu, madu ini sebagai oleh-oleh kepada sanak saudara yang berkunjung ke Kampung Waerebo atau dikirim kepada keluarga di Kota Ruteng dan Labuan Bajo.
Geliat kunjungan wisatawan asing dan nusantara dari hari ke hari ke Kampung Waerebo membuat masyarakat di kampung itu memperkenalkan produk-produk lokal, yang salah satunya adalah Madu Lebah Ruang.
Madu Lebah Ruang dari Waerebo, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
“Yang beli madu Lebah Ruang adalah tamu asing dan nusantara yang berkunjung ke Kampung Waerebo. Madu ini memiliki khasiat yang baik untuk kesehatan karena langsung diambil dari dalam tanah,” jelas Ketua Lembaga Pelestarian Budaya Waerebo, Fransiskus Mudir kepada KompasTravel, Sabtu (19/9/2015).
Mudir mengemukakan, hasil penjualan Madu Lebah Ruang mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat di Kampung Waerebo. Selama ini hasil penjualannya Rp 16 juta.
Kunjungan wisatawan asing dan nusantara pada Januari-September 2015 ini berjumlah 2.700 orang.
Sementara kunjungan tahun 2014 berjumlah 3.000 orang. Secara keseluruhan sejak tahun 2003 lalu, kunjungan wisatawan asing dan nusantara diperkirakan 20.000 orang.
Mudir menjelaskan, Kampung adat Waerebo yang berada di lembah ditempuh 4 jam perjalanan dari Denge.
Kampung adat Waerebo yang berada di lembah itu diapit oleh tujuh gunung kecil.
Ketujuh itu adalah Gunung Ponto Nao, Rega, Ulu Waerebo, Golo Ponto, Hembel, Polo, dan Poco Tonggor Kiria. Poco Tonggor Kiria berada di sebelah barat, Golo Ponto berada di sebelah Utara, Ponto Nao berada di antara Selatan dan Barat dan Gunung Hembel berada di bagian Timur.
Penjual madu lebah di Kampung Waerebo, Kecamatan Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Wisatawan asing suka mengunjungi Kampung adat Waerebo karena trekkingnya serta menyusuri hutan dan beberapa sungai besar yang melewati di jalan menuju ke kampung tersebut.
Selain itu, arsitektur rumah adat yang paling langka di dunia.
Bahkan, ahli arsitektur mengunjungi kampung itu untuk belajar arsitektur rumah adat yang diwariskan leluhur orang Manggarai Raya.
“Kami mengalami dampak dari kunjungan wisatawan asing dan nusantara, di mana hasil bumi kami bisa dijual kepada mereka,” jelasnya.
Mudir memaparkan, kehadiran mereka di Kampung Adat Tololela, Desa Manubhara, Kecamatan Inerie, Kabupaten Ngada, Flores, NTT untuk memberikan dukungan sekaligus ikut pergelaran musik tiup tradisional Bombardom yang langka di Flores pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
“Kami memperkenalkan produk-produk lokal dari Kampung Waerebo seperti kopi Arabika Waerebo, kopi Kolumbia Waerebo, Madu Lebah Ruang Waerebo, tenun khas Manggarai Raya seperti kain Songke,” katanya.