Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Serunya Warga Berebut Gunungan Saat Gerebeg Maulud di Keraton Yogyakarta

Sebagai kerajaan Islam, Keraton Yogyakarta menyimpan potensi wisata religi berupa ritual-ritual keagamaan. Gerebeg Maulud, contohnya.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Serunya Warga Berebut Gunungan Saat Gerebeg Maulud di Keraton Yogyakarta
Foto-foto: Tribun Jogja/ Hamim Thohari
Abdi dalem Keraton Jogja mengangkat gunungan dalam ritual gerebeg Maulud. 

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Hamim Thohari

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Sebagai kerajaan Islam yang hingga saat ini masih eksis keberadaannya, Keraton Yogyakarta masih terus menyelenggarakan sejumlah prosesi yang berkaitan dengan perayaan hari besar Islam.

Dan Grebeg Keraton Yogyakarta adalah salah satu upacara adat yang cukup dikenal masyarakat dan hingga saat ini masih terus diselenggarakan.

Upacara adat yang identik dengan adanya gunungan ini dilaksanakan tiga kali dalam setahun.

Yakni Grebeg Mulud diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang bertepatan dengan tanggal 12 Rabiulawal.

Kemudian Grebeg Syawal untuk memperingati Idul Fitri, dan Grebeg Besar untuk memperingati Idul Adha.

Prosesi Grebeg selalu dihadiri ratusan masyarakat yang ingin mendapatkan isi dari gunungan tersebut, karena bagi sebagian masyarakat isi gunungan tersebut mampu memberikan berkah.


Gerebeg Maulud di Keraton Jogja.
BERITA REKOMENDASI

Bagi wisatawan dan penggemar fotografi, Grebeg adalah salah satu agenda yang layak masuk dalam daftar kunjungan. Banyak hal menarik dan unik yang dapat anda temui dalam upacara ini.

Mulai dari persiapan pembuatan gunungan hingga acara puncaknya dimana gunungan tersebut akan di doakan oleh Penghulu Keraton Masjid Gede Kauman, dan kemudian diperebutkan oleh warga.

Dikatakan Penghulu Keraton Masjid Gede Kauman, KRT Kamaludiningrat, dalam setiap upacara Grebeg ada tiga jenis gunungan yang disiapkan oleh Keraton, yakni Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, dan Gunungan Depak.

Gunungan Lanang berisikan hasil bumi, seperti buah dan sayur-sayuran, sedangkan Gunungan Depak berisikan beragam makanan olahan yang siap dimakan, seperti rengginan.

"Prosesi Grebeg ini adalah bentuk sodaqoh yang dilakukan Sultan kepada masyarakatnya. Karena Yogyakarta ini adalah wilayah agraris, maka bentuk sodaqohnya adalah hasil bumi," ujar KRT Kamaludiningrat.


Lebih lanjut dia mengatakan, untuk gunungan disetiap grebeg jumlahnya tidak selalu sama.

Biasanya di Grebeg Mulud bersamaan dengan diselenggarakanya Sekaten, jumlah gunungannya paling banyak.

Upacara Grebeg diawali dengan kirab bregodo (prajurit) Keraton. Kemudian Gunungan akan keluar dari Keraton melalui Bangsal Pegelaran.

Sebagai tanda akan keluarnya Gunungan dari Keraton, beberapa Bregodo akan melakukan tembakan salvo.


Masyarakat antusias menyaksikan gerebeg Maulud Nabi.

Selapas keluar dari Keraton, Gunungan diusung oleh puluhan abdi dalem melewati alun-alun menujua ke tiga tempat, yakni pelataran Masjid Gede Kauman, Komplek Kepatihan, dan Pura Pukualaman.

Setiap tahunnya antusias warga untuk memperebutkan gunungan tidak pernah surut, hal tersebut yang membuat Pristia Nur Akbar setiap ada Grebeg selalu menyempatkan untuk hunting foto.

"Banyak peristiwa menarik yang dapat saya tangkap di acara Grebeg. Banyak sekali moment yang bisa direspons, mulai dari masyarakat yang saling berebut, prajurit keraton yang mengawal gunungan, dan hal-hal menarik lainnya," ujar mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta tersebut.(*)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas