Wanita Australia Ini Sulap Pasar Badung Jadi Galeri Seni
Micro Galleries ingin mengubah pemikiran kolot tentang jarak antara seniman dan masyarakat yang hingga sekarang masih tampak terkotak-kotak.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari Kamis, 2 September 2015, area Pasar Badung akan tampak berbeda dari biasanya.
Di beberapa titik, tidak hanya menyuguhkan produk sehari-hari yang dijual para pedagang, namun tampak para seniman yang hadir memberikan warna lain di ruang publik satu ini.
Menjadikan ruang publik menjadi sebuah galeri yang menyuguhkan karya seni dari berbagai aliran.
Salah satu dokumentasi Micro Galleries yang pernah diadakan sebelumnya. (istimewa)
Hal inilah yang rupanya ingin ditunjukkan oleh Micro Galleries dalam pamerannya kali ini di Denpasar, Bali.
Dengan konsep Changing The world, in Small and Creatives Ways, Micro Galleries ingin mengubah pemikiran kolot tentang jarak antara seniman dan masyarakat sebagai penikmat seni, yang hingga sekarang masih tampak terkotak-kotak.
“Art is for everyone not just for people with money. We want to break that perception,” ujar Kat Roma Greer, Artistic Director Micro Galleries kepada Tribun Bali.
Hal ini juga bertujuan untuk mengajak para seniman untuk keluar dari zona nyaman dan kebiasaan.
Dari yang biasanya berada di sebuah studio dan memamerkan karyanya pada sebuah galeri, kini mereka turun ke jalanan dan berinteraksi langsung dengan audiens sebagai pihak yang merespon karya mereka.
Karena dalam hal berkesenian, banyak tantangan yang tidak hanya terpatok pada proses dan karya yang dihasilkan.
Namun juga bagaimana orang, para penikmat seni, bisa merespon karya seni tersebut.
Apalagi untuk di Bali, ini menjadi yang pertama dan di luar konsep pada umumnya.
“Bukannya anti galeri atau konsep yang sudah ada sebelumnya. Tapi kami ingin membawa kesenian ini langsung ke public space. Jadi ada interaksi antar seniman dan masyarakat,” ujar Bobi.