Wanita Australia Ini Sulap Pasar Badung Jadi Galeri Seni
Micro Galleries ingin mengubah pemikiran kolot tentang jarak antara seniman dan masyarakat yang hingga sekarang masih tampak terkotak-kotak.
Editor: Malvyandie Haryadi
Lewat exhibiton ini, Micro Galleries juga ingin menunjukkan bahwa lewat sebuah karya seni, orang bisa memaknai isu sosial yang tengah terjadi di lingkungan sekitarnya dengan cara yang positif.
“That street art isn’t just graffiti and vandalism, but a way to reactivate spaces in a community and change a town into a fun, exciting, curious and wonderful canvas of works,” ujar wanita asal Australia ini.
Pemilihan lokasi pun tidak secara sembarang.
Hal ini dikarenakan Pasar Badung merupakan public space yang menghadirkan banyak orang dari berbagai kalangan di dalamnya.
Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi Micro Galleries, dan akan banyak spontanitas yang hadir dalam seni jalanan ini.
Akan ada lebih dari 40 seniman yang terlibat dalam exhibition ini, lokal dan internasional.
Sebanyak 12 seniman berasal dari Indonesia, 12 dari Australia dan sisanya dari berbagai daerah di seluruh dunia.
Antara lain, Bille Parsons, Chuck Scalin, Erlend Depine, Noel Wilson, Elissa Ericksson dan banyak lagi.
Sementara dari Indonesia, Made Bayak, David Permadi, Saichu Anwar, Yuni Bening, Syaifudin Vifick dan yang lainnya.
Karya mereka, mulai dari lukisan, instalasi, fotografi, digital art dan yang lainnya akan tampak di 14 titik di kawasan Pasar Badung.
“Mereka juga tidak hanya melakukan pameran tunggal. Tapi ada juga kolaborasi, baik antar seniman lokal dan internasional,” ujar sang produser, Jane Fuller.
Pameran yang berlangsung hingga 16 Oktober 2015 dibuka hari ini pukul 17.30 Wita.
Sebelumnya, mereka juga menggelar acara dengan konsep serupa di beberapa negara lain.
Seperti di Afrika Selatan, Australia, dan Hongkong. (*)