Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelaku Industri Parisiwata: Bali Belum Oversold

Untuk mengejar angka kunjungan 4 juta wisatawan seperti tahun lalu pun sangat sulit.

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pelaku Industri Parisiwata: Bali Belum Oversold
Kompas.com/Ayu Sulistyowati
ilustrasi. Pemandian Yeh Sanih di Desa Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki keunikan sebagai obyek wisata unggulan di wilayah utara Pulau Dewata. Pengunjung bisa menikmati sejuknya air tawar Yeh Sanih. Meski terletak hanya beberapa meter dari bibir laut, air laut tidak pernah bercampur dengan air di Yeh Sanih. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kadek Agus Ekanata, pelaku industri pariwisata Bali mengatakan Bali belum oversold seperti diungkapkan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli.

Kadek mengatakan, Bali masih layak jual bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Hingga kini saja, Bali masih menyumbang 47 persen kunjungan wisatawan secara nasional.

Pernyataan Rizal Ramli tersebut, katanya, bagi industri pariwisata Bali seperti ‘habis manis sepah dibuang.’

“Bali belum oversold. Problemnya bukan oversold. Kemacetan, iya, tapi itu bukan juga sebab utama titik jenuh wisatawan. Ada problem lain, yang harus dituntaskan bersama-sama semua pihak,” kata Ekanata ketika dihubungi, Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Ekanata mengatakan, memang saat ini Bali mengalami penurunan kunjungan wisatawan. Untuk mengejar angka kunjungan 4 juta wisatawan seperti tahun lalu pun sangat sulit.

Biasanya, kalau kurs dolar naik, wisatawan akan ramai berkunjung. Tapi asumsi itu sekarang tidak terjadi.

Selain itu, waktu hunian di Bali juga semakin pendek. Bila 10 tahun lalu waktu hunian wisatawan berkisar 4 sampai 5 hari, saat ini hanya menjadi 2 sampai 3 hari.

BERITA REKOMENDASI

“Apa masalahnya? Bukan oversold, ataupun overload. Tapi karena destinasi wisata yang ada tidak tersambung dengan baik, dan tidak ada ikon baru yang bisa menarik wisatawan ke Bali,” ujarnya.

Ia mencontohkan, dari 4 juta wisatawan yang datang ke Bali, 3 juta diantaranya berkunjung ke Tanah Lot. Artinya destinasi wisata lain tidak terhubung dengan baik, dan wisatawan hanya mengenal beberapa destinasi wisata saja.

Kalau pun problem kemacetan teratasi, bila Bali belum memiliki ikon wisata baru, dan diantara destinasi wisata yang ada belum terhubung dengan baik, maka masih sulit untuk mendatangkan wisatawan secara besar-besaran ke Bali.

“Karena tidak akan ada pengaruhnya. Sekarang misalnya infrastruktur dibenahi, tapi setelah infrastruktur jadi, tidak ada ikon wisata baru, itu sama saja tidak ada pengaruhnya dalam menyedot wisatawan,” katanya.

Ekanata yang terjun di bisnis travel wisata selama 12 tahun lebih ini mengatakan, saat ini di negara-negara yang kunjungan wisatawannya membludak, wisata yang ditawarkan adalah wisata manmade, dan wisata kreasi, bukan sekadar menawarkan wisata budaya dan alam saja.


Karena itu, demi menaikkan kunjungan, dan memperlama waktu hunian wisatawan, Ekanata menyatakan harus ada destinasi wisata baru yang bisa menjadi etalase yang menghubungkan berbagai destinasi wisata di Bali.

Destinasi wisata itu juga harus bisa menjadi ikon wisata baru yang bisa mendongkrak naiknya jumlah wisatawan.

“Revitalisasi Teluk Benoa (RTB) menawarkan hal itu. RTB bisa jadi etalase bagi destinasi-destinasi yang ada. RTB juga bisa jadi ikon wisata baru. Konsep RTB juga menggabungkan wisata manmade, kreasi, budaya, dan alam,” katanya.

Selain itu, RTB juga akan menjadi proyek percontohan bagi wisata Bali lainnya tentang bagaimana pariwisata modern itu dijalankan dan dikembangkan.

Diharapkan, dengan standar yang ada di RTB, maka wisata Bali lainnya akan mengikuti standar tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas