Penjara di Swiss bak Hotel Berbintang, Ada Fasilitas Televisi, Banyak Napi yang Betah di Sini
Kondisi ini tentu kontras dengan banyak penjara di negara-negara yang lain yang hampir menyerupai "neraka".
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Penjara Champ-Dollon Prison ini letaknya di Jenewa, Swiss.
Dulu penjara ini dikenal sebagai penjara dengan tingkatan kepadatan yang luar bisa dengan berbagai penyebaran penyakit di dalamnya.
Namun di tahun 2008, penjara ini mengalami perubahan yang lebih baik.
Kamar penjara dilengkapi televisi. (istimewa)
Bangunan diperluas dan diberi fasilitas yang layak untuk penghuninya.
Tak lagi berhimpitan dengan narapidana lain, para penghuni kini bisa tidur dengan kamar tidur sendiri dan kamar mandi di dalam penjara layaknya hotel bintang 3.
Kondisi ini tentu kontras dengan banyak penjara di negara-negara yang lain yang hampir menyerupai "neraka".
Tak heran kalau Hendra Gunawan, seorang warga keturunan Indonesia yang sudah 20 tahun tinggal di Jenewa, setengah berkelakar, menyebut beberapa orang di Swiss bahkan memilih tinggal di penjara.
"Penjara di Swiss mirip apartemen, nyaman dan bersih. Banyak mereka yang kemudian memilih hidup di penjara. Selain hidupnya enak, dan mendapat baju pula. Di dalam sel, lantainya bersih, tidak kotor, kalau makan bisa memilih. Di penjara, soal HAM juga menjadi perhatian serius. Tak ada yang berani menganiaya tahanan," ujarnya.
Hendra Gunawan, WNI yang telah 20 tahun berdomisili di Jenewa, Swiss. (Tribunnews/Rachmat Hidayat)
Di dalam penjara, sarapan pagi gratis. Mau minum teh panas, coklat panas, tinggal pilih.
" Di sana ada wajib kerja selama empat jam dua jam pagi dua jam sore, dan digaji 5 franc atau sekitar 200 an ribu jika dikalikan sebulan, bisa untuk biaya hidup," tambah Hendra.
Meski menjelaskan panjang lebar soal penjara, Hendra mengaku belum pernah "bermalam" di hotel prodeo tersebut.
Di Swiss, Hendra bekerja sebagai sopir pribadi Staf kedutaan besar negara Afrika. Ia mengaku sangat menikmati pekerjaannya tersebut.
"Mereka memperlakukan saya seperti keluarga. Itu yang membuat saya betah sampai sekarang," ujarnya.
Hendra bercerita, sempat bekerja di Kedutaan Besar Indonesia di Swiss. Namun, tahun 1997 krisis ekonomi terjadi.
Ia terkena imbas, dan harus berhenti bekerja. Bertahan di Kota Jenewa Swiss, hingga sekarang Hendra bekerja di Kedutaan Besar salah satu negara Afrika.
"Kalau sudah Pensiun, saya baru pulang ke tanah air, ke Lampung. Saya tidak mau tua di sini (Swiss)," ujar Hendra sambil terkekeh.
Swiss, Hendra mengungkap, seakan menjadi surga bagi pengungsi.
Hak Asasi Manusia (HAM) begitu dihormati.
Mereka yang ingin menjadi warga negara Swiss, kata Hendra, tidak terlalu sulit.
"Tinggal buang paspor, mengajukan sebagai warga negara kalau sudah 10 tahun. Dan selama menjadi pengungsi di Swiss, mereka akan ditampung. Kalau menganggur mendapat tunjangan dari pemerintah," kata Hendra.
Mereka para pengungsi kebanyakan berasal dari beberapa negara eropa.
Termasuk beberapa negara Asia. Kota Jenewa, berpenduduk sekitar 700 jiwa.
Mereka yang menjadi pengungsi, selama hidup ditanggung, mendapat makan, termasuk biaya hidup.
"Ada pengungsi yang nakal, kalau tidak ketahuan, dia akan kerja malam dapat gaji lumayan. Kalau pun ketahuan, biasanya polisi disini tutup mata, asal jangan berbuat kriminal. Kalau melanggar, langsung dipulangkan ke negara asal," ungkap Hendra