Potret Kehidupan di Kota Jenewa: Tak Ada Diskotek hingga Gaji Buruh Bangunan Sebesar Rp 30 Juta
Di sini, denyut nadi keseharian hanya sampai pukul lima sore. Masyarakatnya kebanyakan tinggal di rumah
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Negara Swiss memiliki beberapa kota besar yang terkenal, satu di antaranya adalah Jenewa, berpenduduk sekitar 700 ribu jiwa.
Jangan bedakan, Kota Jenewa dengan Ibu Kota Jakarta, karena memiliki perbedaaan cukup banyak.
Jakarta memiliki kepadatan penduduk sekitar belasan juta jiwa lebih, dan hampir setiap hari mengalami kemacetan.
Di Jenewa, udara sejuk, tertata rapi, dan sudah tentu menjadi salah satu kota yang memiliki tingkat hidup cukup tinggi.
Jangan tanya soal macet di kota ini. Penduduknya relatif patuh, dan praktis tak ada polisi yang sibuk mengatur lalu lintas.
Placedenation, ruang terbuka di Kota Jenewa, Swiss. (myswitzerland.com)
Setiap sudut Jalan, dipasang CCTV, sehingga polisi setempat cukup memantau, dan jika ada yang melanggar, akan ketahuan.
Sembarangan parkir pun, akan ditilang. Surat tilang akan diantar ke rumah. Jangan coba-coba tidak dibayar, karena akan menumpuk bila berbulan-bulan tak dibayar.
Tribun berkesempatan menelusuri beberapa tempat di Kota Jenewa.
Di kota inilah terdapat perwakilan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ada perwakilan yang khusus menangani masalah pengungsi, dan beberapa badan dunia penting lainnya.
Di Jenewa juga memiliki beberapa museum, salah satunya musim Palang Merah International dan beberapa museum lain.
Kota Jenewa relatif sepi. Jangan harap, bisa melihat pusat perbelanjaan buka hingga malam hari.
Sungai di Kota Jenewa yang biru. (Tribunnews/Rachmat Hidayat)
Di sini, denyut nadi keseharian hanya sampai pukul lima sore. Masyarakatnya kebanyakan tinggal di rumah, mungkin juga dikarenakan udara yang cukup dingin.
Tapi tak semua tinggal di rumah. Beberapa warganya, ada juga yang menikmati malam dengan mengunjungi kafe-kafe.