Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Blusukan di Arab Saudi: Mulai ke Perkampungan Tradisional hingga Perumahan Pejabat

Berkeliling di perkampungan tradisional di Arab Saudi, khususnya di Mekkah, Madinah dan Jeddah memiliki keseruan tersendiri.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Blusukan di Arab Saudi: Mulai ke Perkampungan Tradisional hingga Perumahan Pejabat
Banjarmasin Post/Yayu Fathilal
Berkeliling di perkampungan-perkampungan tradisional di Arab Saudi, khususnya di Mekkah, Madinah dan Jeddah memiliki keseruan tersendiri. 

Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal

TRIBUNNEWS.COM - Berkeliling di perkampungan-perkampungan tradisional di Arab Saudi, khususnya di Mekkah, Madinah dan Jeddah memiliki keseruan tersendiri.

Apalagi jika melihat adat dan budaya mereka yang tampak seperti kuliner, rumah-rumah hingga gaya berbicara mereka yang semuanya jauh berbeda dengan orang Indonesia.

Kuliner di sana kebanyakan berbahan daging hewan seperti kambing dan unta.

arab
Rumah makan Indonesia di Arab Saudi. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)

Rasanya pastinya sangat jauh berbeda dan terasa aneh di lidah orang Indonesia karena campuran rempahnya berlainan.

Bagi yang tidak terbiasa, tentunya akan sangat tidak tertarik menyantapnya.

Rupa makanannya ada yang seperti martabak dan kebab.

Berita Rekomendasi

Isinya daging dengan cita rasa rempah-rempah tertentu, benar-benar khas Arab.

Di sana juga banyak mini market yang menjual berbagai kudapan berbumbu kuliner Arab.

Wartawati BPost pernah ke sana dan sempat merasakan kudapan-kudapan berempah Arab tersebut.

Ada satu kudapan berupa keripik yang rasanya benar-benar luar biasa, yaitu asam dan membuat lidah kebas berminggu-minggu.

Rasa kebasnya seperti baru saja disuntik dokter saat hendak cabut gigi namun disertai rasa asam cuka yang sangat tajam.

arab
Perumahan pejabat di Arab Saudi. (Banjarmasin Post/Yayu)

Terkadang terasa agak perih di lidah.

Bagi yang tak terbiasa, pertama mencobanya akan langsung bergidik keasaman.

Namun ada juga yang berasa asin, manis dan pedas yang rasanya lebih mendingan dari pada yang asam tadi.

Di sana juga banyak dijual es krim, baik yang berwadah cone maupun mangkuk plastik.

Sebuahnya dijual 3 Riyal dan rasanya segar serta manis.

Ada banyak varian rasanya, seperti vanila, coklat, strawberry dan mangga.

Makanan-makanan ini banyak juga dijajakan di pinggir-pinggir jalan secara kaki lima.

Itu kalau bicara soal makanan.

Lain lagi dengan perumahan tradisional warganya.

Karena alamnya di sana didominasi gunung batu dan padang pasir, kebanyakan rumah mereka di atas gunung-gunung tersebut.

Bentuk arsitekturnya biasa saja, misalnya kotak saja seperti bangunan ruko dengan pintu dan jendela yang kerap tertutup.

Jendela-jendelanya pun berlapis.

Di bagian dalam berupa kaca dilengkapi gorden sementara di bagian luarnya ditutupi semacam kayu berukiran dan berdaun jendela berfungsi sebagai teralis.

Ada juga yang tak berdaun jendela, sehingga pemandangan di dalam rumah tak tampak dari luar.

Jendela-jendela seperti itu juga tampak mendominasi hotel-hotel di sana.

Warna bangunannya? Kalau soal itu jangan ditanya lagi, kebanyakan berwarna sama, yaitu serbapucat.

Kalau tidak abu-abu, bisa merah muda atau krem, namun kebanyakan krem pucat, mirip dengan warna pasir di padang pasirnya sehingga kesan gersang makin terasa.

Apalagi jika melewati padang pasirnya dan ada beberapa bangunan di sana seperti restoran dan SPBU yang warnanya seperti itu.

Bangunan-bangunannya pun tampak berdebu dan kusam.

Tak ada halaman rumah di perumahan tradisional mereka.

Kalau pun ada lahan kosong di sekitar perumahan ini hanyalah berupa padang pasir atau hamparan gunung batu tandus.

Bangunan tradisional mereka rata-rata hampir sama.

Bahkan sekolah pun hampir sama rupanya jika tak ada tampak para siswa belajar di kelas dan berkeliaran di sekitarnya mengenakan seragam atau membawa tas sekolah.

Rupa bangunan gedung resepsi pernikahan pun tampak sama.

Tak ada satu penanda khusus yang menunjukkan bahwa itu adalah gedung resepsi.

Bentuknya memanjang dan agak melingkar, letaknya di atas bukit batu yang gersang.

Kami baru tahu kalau itu adalah gedung resepsi pernikahan dari ustad pembimbing rombongan jemaah umrah kami dari Banjarmasin, Ustad Arifin.

"Itu gedung resepsi pernikahan. Biasanya untuk orang-orang kaya saja," jelasnya.

Kondisi perumahan berbeda tampak di Kota Jeddah.

Dari jalan-jalan yang dilalui, tak hanya ada perumahan warga di atas gunung, namun juga di pinggir jalan dengan desain yang bermacam-macam.

Apalagi di perjalanan menuju masjid ternama di sana, yaitu Masjid Terapung, tampak berbagai perumahan mewah mendominasi, termasuk juga taman bermain dan mal.

Desain atapnya ada yang berupa lingkaran seperti puri-puri bangsawan Eropa, ada yang segitiga dan berundak-undak dan di sekitarnya dipenuhi ukiran berbagai rupa.

Halaman mereka tampak rimbun, hijau dan tertata dipenuhi pepohonan dan bunga berbagai jenis dan warna, dilengkapi oleh beberapa mobil mewah yang parkir di halamannya.

Di sekeliling rumah dilingkupi pagar-pagar berukiran indah dan tinggi serta di depannya berbentuk gerbang.

"Ini adalah perumahan orang kaya seperti pejabat. Gubernur misalnya, tinggalnya di rumah mewah seperti ini," terang ustad Arifin.

Soal adat berbicara, orang Arab terkenal dengan gaya bicara yang keras dan kasar.

Jika ke Arab Saudi, jangan kaget jika Anda kerap melihat mereka mengobrol sambil berteriak-teriak seperti orang sedang beradu mulut.

Pemandangan seperti ini kerap ditemui di hotel-hotel di Madinah.

Berdesakan dan digencet-gencet oleh orang-orang Arab itu saat di lift merupakan sebuah pemandangan biasa di sana.

Walau begitu, tak semua hotel di Madinah demikian, namun bisa dikatakan kebanyakannya begitu.

Hotel yang kami tempati berbintang tiga.

Resepsionisnya kecil saja dan hanya ada dua lift di dekat situ.

Dua lift itu diperebutkan oleh ratusan tamu hotel tersebut tiap harinya.

Liftnya tak besar, maksimal hanya bisa menampung sekitar belasan orang.

Dengan kapasitas sebesar itu, kerap didesaki orang-orang Arab tersebut.

Jika dipenuhi mereka, isinya bisa mencapai puluhan orang.

Mereka kerap pula bertindak kasar.

Lift yang sudah penuh masih saja didesaki mereka yang mau masuk.

Mereka masuk bukan tanpa tangan kosong, tetapi membawa banyak barang yang besar-besar seperti kursi roda dan karung besar-besar berisi barang.

Anda orang Asia bertubuh kecil? Jika naik lift bersama mereka, siap-siap saja tergencet-gencet, baju atau jilbab tertarik-tarik dan susah bergerak.

Apalagi badan mereka besar-besar dan jangkung.

Belum lagi jika tak diizinkan masuk, mereka akan memaki Anda sambil berteriak-teriak.

Namun curangnya jika lift sudah dipenuhi mereka, ketika ada orang Asia yang mau masuk malah mereka tolak, padahal lift masih cukup menampung jemaah.

Di dalam lift pun sering sekali mereka saling bertengkar.

Entah mungkin sebenarnya hanya saling mengobrol, namun dari bahasa tubuh dan cara bicara mereka seperti orang sedang berkelahi.

Pernah juga ada seorang perempuan tua berkursi roda, memasuki lift dan para penumpang lift menolaknya karena sudah sangat penuh.

Dia yang tampak renta dan lemah tiba-tiba langsung berdiri dan tenaganya seperti tiba-tiba menguat.

Kursi rodanya dimasukkan ke lift oleh seorang pria muda yang sepertinya anaknya karena dia memanggil perempuan tua itu dengan sebutan mama.

Dengan segenap tenaganya perempuan tua itu langsung merangsek masuk dan menjejalkan dirinya di antara penumpang lift.

Beberapa penumpang lainnya memprotesnya, namun perempuan tua tampak bersikukuh hendak masuk.

Akhirnya, mereka pun saling berkelahi di dalam lift yang akhirnya didamaikan oleh anak perempuan tua itu.

Jangan heran pula, karena saking kerasnya cara bicara mereka, dari lift yang ada di beberapa lantai di atasnya pun terdengar jelas hingga ke bawah.

Di depan lift, siang dan malam selalu dipenuhi antrean para tamu hotel.

Jika tak sigap, alamat Anda bakal mengantre lama di sana karena kalah oleh desakan dan gerak cepat orang-orang Arab itu saat memasuki lift.

Kalau ingin tak lama mengantre, harus rela berdesakan dan badan digencet-gencet oleh mereka demi bisa segera memasuki lift.

Tapi jangan kaget pula jika kemudian Anda dimaki-maki oleh mereka dan sebaiknya dicueki saja.

Itu di Madinah, sedangkan di Mekkah kondisinya berbeda.

Orang-orang Arab yang menumpang lift di sana jauh lebih sopan dan di lift tidak berdesakan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas