Air Terjun Lau Lutih di Deli Serdang Mendadak Tenar, Ini Dia Penyebabnya
Air Terjun Lau Lutih di Deli Serdang ini sebelumnya tak dilirik. Tapi kini mendadak jadi favorit anak-anak muda. Mengapa?
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.COM - Wisata Air Terjun Sumatera Utara seperti tidak ada habisnya, saban hari ada saja yang menemukan air terjun baru dan menjadikannya objek wisata.
Tidak terkecuali Air Terjun Lau Lutih di Desa Tanjung Raja, STM Hulu, Deli Serdang.
Sebelumnya, air terjun ini tidak terkenal. Selain jaraknya hampir 2,5 jam dari Kota Medan, akses ke sana pun cukup sepi penghuni alias lebih banyak rute jalan dengan sekeliling pepohonan hutan dan tanaman perkebunan warga.
Tapi, belakangan banyak trip wisata yang membuka touring ke lokasi tersebut dan kini menjadi destinasi banyak rombongan komunitas traveler.
Air Terjun Lau Lutih di Deli Serdang yang tak terlalu tinggi tapi lebar dan deras aliran airnya.
Pasalnya, tidak butuh tracking atau menyusuri hutan dan sungai jika ingin menemukan air terjun ini. Karena air terjunnya berada di pinggir jalan, tepatnya samping jembatan Lau Lutih.
Jadi, jika berangkat rombongan atau sendiri-sendiripun, wisatawan dengan mudah menemukannya. Namun, bagi yang wisatawan yang sendiri-sendiri diwanti pulang sebelum sore karena sepanjang jalan tidak ada lampu jalan.
Air Terjun Lau Lutih atau juga yang sering disebut Air Terjun Tanjung Raja oleh trip wisata di Medan berada paling jauh atau paling ujung jalan setelah anda menemukan Air Terjun Tarunggang, Danau Linting dan Air Terjun Pelangi.
Bahkan dari Air Terjun Tarunggang, jaraknya hampir 1 jam. Sehingga, awalnya banyak wisatawan yang mengurungkan niat untuk terus melakukan perjalanan.
Padahal, setelah diekspose trip wisata di Medan, rombongan kini berduyun-duyun ke objek wisata tersebut.
Tim wisata Trip Jelajah Sumut bahkan belakangan sudah beberapa kali melakukan touring ke sana.
Rahmat, peserta trip menuturkan, ikut rombongan trip karena perginya ramai-ramai dan biayanya lebih irit daripada harus beli makan sendiri dan makan perlengkapan sendiri.
"Kalau touring sama trip wisata, harga paket sekali keberangkatan sudah termasuk guide, dokumentasi, makan, minum, perlengkapan P3K dan lain-lain. Biayanya semua cuman Rp 45 ribu," katanya.
Kalau untuk keunggulan air terjun sendiri, walaupun tidak berada di tengah hutan, bentuknya yang seperti tirai menjadi daya pikat tersendiri.
Selain itu, kejernihan airnya juga menarik minat pengunjung untuk langsung mandi di bawah air terjunnya.
Uniknya, walaupun berada di kawasan rumah penduduk dan di pinggir jalan, penduduk sekitar tidak memungut biaya retribusi pengunjung yang mandi di sana.
Seorang penduduk sekitar menuturkan, wisatawan boleh sebebasnya mandi di air terjun asal tidak parkir sembarangan di rumah warga dan tidak meninggalkan sampah sehingga membuat sekitar air terjun kotor.
"Yang penting gak kotor aja, wisatawan dari mana saja boleh mandi di sini. Belakangan memang objek wisata ini memang ramai dikunjungi anak remaja khususnya. Ya asal tidak mesum dan buang sampah saja gak apa," katanya.
Karena baru terkenal dan didatangi sesekali oleh rombongan trip wisata dan komunitas traveller, penduduk sekitar belum ada yang berinsiatif untuk membuka warung atau membuat pondok sekitar air terjun.
Tapi hal itu tidak menutup kemungkinan akan dilakukan penduduk sekitar, melihat antusias pengunjung dari Medan terus berdatangan karena keberadaannya tepat di pinggir jalan sehingga wisatawan tidak perlu turun-naik tebing atau tracking.
"Tapi kalau lihat ramai terus, mungkin sebentar lagi penduduk ada yang jualan popmie dan minuman dingin agar wisatawan bisa makan langsung depan air terjun. Tidak perlu ke kota cari makanan dan minumannya," katanya.
Lokasi air terjun memang terbilang jauh dari kota, jika untuk mencapai kota Lubuk Pakam saja bisa memakan waktu 2 jam. Jadi jangan menemukan supermarket atau ATM jika sudah masuk kawasan kecamatan STM Hulu.