Mendaki Watu Sangia, Gunung Kembar yang Masih Alami di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara
Watu Sangia sepertinya mengucapkan selamat datang kepada penumpang KM Pantai Gading ketika membawa rombongan tiba di Pelabuhan Sikeli.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, BOMBANA - Ketika kapal mendekati Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, sudah pasti mata penumpang akan menatap gunung dengan dua batu besar bertengger di atapnya.
Itulah Gunung Watu Sangia atau "gunung kembar" yang dinamakan oleh penduduk Pulau Kabaena.
Watu Sangia sepertinya mengucapkan selamat datang kepada penumpang KM Pantai Gading ketika membawa rombongan media dan blogger yang diundang Pemkab Bombana memasuki pelabuhan Sikeli di Pulau Kabaena, Selasa (22/12/2015) silam.
Iseng-iseng KompasTravel bertanya kepada warga setempat apakah ada pendaki atau wisatawan yang menjadikan puncak gunung tersebut sebagai tujuan wisata. Jawabannya, belum ada.
Hiking, salah satu paket wisata di Desa Wisata Tangkeno, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/12/2015). (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)
Tak salah jika Bupati Bombana H Tafdil menjadikan Tangkeno di Kecamatan Kabaena Tengah ini sebagai desa wisata.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Bombana, Janariah, S.Sos kepada KompasTravel, Desa Wisata Tangkeno saat ini sedang gencar-gencarnya mengundang wisatawan untuk datang menikmati keindahannya.
"Kami memiliki gunung, air terjun, hiking, Pulau Sagori, kesenian dan keramahtamahan penduduk," kata Janariah.
Salah satu paket yang nantinya akan ditawarkan kepada wisatawan adalah hiking, sekaligus mendaki Watu Sangia yang memiliki ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut. Hiking, salah satu paket wisata di Desa Wisata Tangkeno, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/12/2015). (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)
Edi Sabara, Ketua Umum Pusat Studi Desa Indonesia (PSDI), sebuah lembaga swadaya masyarakat terlihat sangat bersemangat untuk memulai hiking.
Dipandu Ari, seorang mahasiswa pecinta alam dari Banda Aceh serta ditemani para karang taruna, Rabu (23/12/2015) pagi, kami memulaihiking memasuki kawasan hutan di Tangkeno.
Hiking, salah satu paket wisata di Desa Wisata Tangkeno, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/12/2015). (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)
Bupati Tafdil memang menginginkan agar hiking ini menjadi salah satu paket wisata bagi wisatawan yang mengunjungi Desa Wisata Tangkeno dan sekaligus mendaki Watu Sangia.
Selama dalam perjalanan, Ari menuturkan, dirinya bersama PSDI telah melakukan survei rute hiking ini bersama para pemuda anggota karang taruna Desa Tangkeno.
Memang selama menerobos hutan, jalan-jalan yang kami lalui masih terlihat baru dibuka.
Kadang rombongan memasuki semak belukar, jalanan mendaki, atau jalanan menurun.
Umumnya perjalanan berlangsung lancar.
Atau tiba-tiba peserta hiking menemukan mata air dan tak sungkan-sungkan kami meneguknya, saking jernih disertai rasa haus.
Rombongan yang terdiri dari media, blogger, anggota PSDI dan karang taruna ini memang bukanlah pendaki.
Jadi perjalanan dilakukan dengan santai dan saling canda satu sama lain.
Saat fokus berjalan mendaki, nafas peserta terdengar ngos-ngosan, tiba-tiba Edi Sabara mengaku lelah dan mata berkunang-kunang.
"Duduk dulu pak, jangan tidur terlentang. Kaki tetap lurus," kata Ari.
Edi pun mengikuti perintah Ari. Sambil beristirahat, dia meminum air yang disodorkan salah seorang peserta hiking.
Setelah cukup beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan.
Hiking, salah satu paket wisata di Desa Wisata Tangkeno, Kecamatan Kabaena Tengah, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Rabu (23/12/2015). (KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA)
Keram kaki pun kerap dialami peserta hiking. Aulia, salah satu blogger mengaku matanya berkunang-kunang dan kaki merasa keram.
"Duh, tak kuat. Mata kunang-kunang, kaki juga keram. Istirahat dulu," katanya.
Dengan sigap Ari langsung meminta Aulia duduk dan laki-laki asal Banda Aceh ini mengatasi kaki keram perempuan asal Bandung itu.
Kadang di tengah perjalanan, kami menemukan pondok di mana di sekelilingnya dipenuhi pohon kelapa.