Rupa-Rupa Motif Etnik Aceh Ini Layak Masuk Daftar Belanja Anda
Rupa-rupa motif etnik Aceh ini layak masuk dalam daftar incaran belanja oleh-oleh Anda.
Editor: Agung Budi Santoso
Konon motif yang diadopsi dari pinto khop itu dibuatkan khusus oleh seorang pengrajin Aceh yang berdiam di Desa Blang Oi Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh, Mahmud Ibrahim.
Diciptakan pada tahun 1935 atas permintaan seorang opsir Belanda.
Sang opsir ingin menghadiahi kado yang bernuansa khas Aceh kepada istrinya yang berulang tahun.
Pinto khop sendiri merupakan pintu gerbang yang dilalui keluarga raja pada abad ke-17 yang menghubungkan Taman Sari dengan Gunongan.
Terletak di Kompleks Taman Putroe Phang sekarang yang dulunya merupakan bagian dari Kompleks Bustanussalatin.
Oleh H Keuchik Leumik, seorang pengusaha sekaligus kolektor benda-benda antik dan langka motif yang mulanya hanya berupa bros itu lantas dikembangkan dan dimodifikasi.
Barang-barang antik itu memenuhi museum pribadi milik keluarga itu, sedangkan perhiasan yang telah dikreasi kembali ditempatkan di toko untuk diperjualbelikan.
“Selaku kolektor saya memperoleh perhiasan langka itu dari masyarakat yang umumnya kaum berada. Meskipun mahal tetap saya beli karena barangnya sudah langka guna menyelamatkan warisan budaya,” ujar H Harun Keuchik Leumik.
Harun memaparkan pada zaman kerajaan Aceh mewariskan 250-an motif etnik untuk perhiasan.
Dirinya sendiri mengoleksi emas antik dan langka sejak tahun 1980.
Di antaranya kalung motif dirham yang sejak dibelinya sudah berumur 100 tahun.
Adalagi hiasan dada motif bulan sabit yang dikreasi dengan taburan permata dan cawargi dan telah berumur 150 tahun sejak dibeli olehnya.
Cawargi merupakan aksen perhiasan khas karya pengrajin Aceh.
Perhiasan etnik berupa emas motif pintu Aceh tersedia mulai berat 1 mayam atau 3,3 gram hingga puluhan mayam.
Menggunakan emas 18 - 22 karat.
Motifnya detail dan rapi.
Sekilas terlihat rumit dan hanya bisa dihasilkan oleh tangan-tangan yang terampil.
Perhiasan emas keluarga Keuchik Leumik banyak diburu oleh pelancong dari provinsi tetangga Sumatera Utara, Jakarta, dan pelancong dari negeri jiran Malaysia
Tribun Travel menjumpai Harun yang merupakan generasi kedua dari H Keuchik Leumik di toko emas miliknya di kawasan Pasar Atjeh Lama yang menempati sisi Jalan Tgk Chik Pante Kulu, Banda Aceh.
Pasar tradisional tersebut menempel persis di samping Masjid Raya Baiturrahman yang berlokasi di pusat kota.
Toko emas yang dikenal menjual varian emas motif etnik Aceh tersebut mengambil nama sama dengan pendirinya, H Keuchik Leumik.
Toko ini kerap menjadi rujukan harga bagi warga dan para pedagang emas pribumi lainnya.
Mengikuti tren harga emas dunia yang cenderung fluktuatif.
Umumnya toko-toko di Pasar Atjeh Lama buka mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Khusus Toko Emas H Harun Keuchik Leumik tutup pada saat jam salat tiba.
Diapit oleh deretan toko emas lainnya milik pribumi dan etnis Tionghoa.
Di Aceh, toko emas ramai didatangi ketika musim lebaran menjelang.
Nah! Bagaimana dengan anda?
Tas bordir
Tas dan perempuan menjadi dua hal yang tak terpisahkan.
Membeli dan mengoleksi tas menjadi kebutuhan dan mempunyai prestisse tersendiri.
Tribun Travel berkesempatan menyambangi langsung salah satu sentra pembuatan tas etnik Aceh yang berada di kawasan Samahani, Aceh Besar.
Sekitar 25 meter dari ibukota Provinsi Aceh. Sentra industri yang dipawangi oleh Dewan Kesenian Nasional Daerah (Dekrasda) kabupaten setempat itu membina 25 pengrajin.
Rata-rata setiap harinya seorang pengrajin menghasilkan 1 buah tas.
Selain dipasarkan, tempat ini juga menerima pesanan sesuai dengan jumlah dan motif model tas sesuai keinginan pemesan.