Datang Ke Kampung Sianjur Mula-mula, Inilah Golongan yang Disambut Hangat dan yang Dicueki
Datang ke Desa Sianjur Mula-mula sebelah barat Pangururan, Samosir, Sumatera Utara, inilah golongan yang disambut hangat dan yang dicueki.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan wartawan Tribun Medan, Silfa Humairah
TRIBUNNEWS.com- Masyarakat Batak khususnya sekitar Samosir meyakini bahwa Suku Batak pertama berasal dari pusuk buhit tepatnya di Desa Sianjur Mula-mula sebelah barat Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.
Sianjur Mula-mula adalah salah satu dari 9 kecamatan di Pulau Samosir.
Desa ini dikelilingi bukit-bukit yang indah, hamparan sawah yang teratur dan memiliki keajaiban alam yang tidak jauh dari desa tersebut seperti 1 mata air memiliki 7 rasa, Batu Hobon atau batu peti yang dianggap sakral dan keramat hingga dapat memberi bala bagi siapa yang ingin membukanya.
Desa Sianjur Mula-mula sebelah barat Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.
Saat menyambangi desa tersebut, ketenangan dan kesejukan sekitar sudah terasa dan tentu membuat betah.
Apalagi saat anda mendaki kaki gunung Pusuk Buhit dan melihat Desa Sianjur Mula-mula dari atas, keindahan bukit dan persawahan yang bewarna membuat desa ini semakin memikat.
Di desa tersebut masih sangat fanatik pada asal-usul suku Batak. Orang Batak pertama bukan dianggap legenda tapi menjadi tarombo atau permulaan silsilah keturunan.
Wisatawan yang menyambangi Pusuk Buhit pun pasti ditanya apa marganya dan kudu menyambangi Desa Sianjur Mula-mula jika ia memiliki marga dari keturunan Siraja Batak.
Deo Sagala, warga Siantar yang sudah belasan kali menyambangi Pusuk Buhit karena ikatan marga yang dimilikinya merupakan marga keturunan Siraja Batak.
"Kalau orang Batak yang tahu silsilahnya, pasti punya ikatan dan merasa ini kampungnya. Ada ikatan batinlah di kampung ini. Tidak salah jika ada pendatang selalu ditanya apa marganya, kalau marganya keturunan raja pasti disambut betul," katanya.
Menurutnya sudah menjadi kewajiban bagi masyarakat suku Batak untuk mengetahui silsilahnya agar mengetahui letak hubungan kekerabatan terkhusus dalam falsafah orang Batak.
Menurutnya silsilah garis keturunan suku Batak dimulai dari Siraja Batak, yang kemudian mempunyai 2 orang putra, yaitu Tuan Doli dan Raja Isumbaon.
Tuan Doli mempunyai 5 orang putra, yaitu Raja Biakbiak (Raja Uti), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja, Silau Raja.
Raja Biakbiak adalah putra sulung Guru Tatea Bulan. Raja Biakbiak atau juga disebut dengan Raja Uti tidaklah mempunyai keturunan.
Saribu Raja adalah putra kedua Guru Tatea Bulan. Saribu Raja mempunyai 2 (dua) orang putra yang dilahirkan oleh 2 (dua) istri. Istri pertama Saribu Raja adalah Siboru Pareme yang melahirkan Raja Lontung dan istri kedua Saribu Raja adalah Nai Mangiring Laut yang melahirkan Raja Borbor.
Raja Lontung mempunyai 7 orang putra, yaitu, Sinaga, Situmorang,
Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Siregar dan Borbor membentuk rumpun persatuan yang disebut dengan Borbor yang terdiri dari marga Pasaribu, Batubara, Harahap, Parapat, Matondang, Sipahutar, Tarihoran, Saruksuk, Lubis, Pulungan, Hutasuhut, Tanjung serta Daulay. Tiap putra Lontung menurunkan banyak marga turunan lainnya.
Keturunan Limbong Mulana sebagai putra ketiga Guru Tatea Bulan, hingga kini tetap memakai marga Limbong.
Keturunan Sagala Raja sebagai putra keempat Guru Tatea Bulan tetap memakai marga Sagala.
Silau Raja sebagai putra bungsu Guru Tatea Bulan menurunkan marga Malau, Manik, Ambarita, dan Gurning.
"Jadi marga-marga inilah yang kalau datang pasti disambut betul, ditunjukkan tempat-tempat sakral para raja serta diajak mengobrol seperti kita memang berasal dari kampung tersebut," jelasnya.
Tidak sedikit wisatawan yang datang dari luar kota pun dibuat kebingungan.
Pasalnya, mereka ramah dan menyambut wisatawan yang bemarga keturunan Siraja Batak, tapi bagi yang tidak memiliki marga tersebut, biasanya penduduk tidak seramah dengan yang memiliki marga atau bahkan didiamkan saja.
Nisa Lubis, pengunjung asal Medan ini pun dibuat terkaget-kaget penduduk menawarkannya ongkos becak hingga menjadi pemandunya berkeliling objek wisata Pusuk Buhit.
Sedangkan teman-temannya yang ikut dengannya tidak disapa begitu ramah karena tidak bemarga keturunan Siraja Batak.
"Bahkan tadi ada anak-anak yang menyapa saya marga apa saat berjalan kaki menuju simpang untuk mendapatkan bus pulang ke Medan, begitu tahu saya Lubis langsung mau diantar saya sampai simpang agar mendapatkan bus.
"Padahal wisatawan banyak yang lalu lalang tapi tidak semua disapa dan mau mereka antar atau tawarkan tumpangan, kalau kata anak yang mengantar saya itu karena beberapa yang disapanya bukan bemarga, kalau saya karena bemarga dan namboru (bibi)nya katanya," tambahnya.