Jelajah Kota Seribu Kelenteng di Kawasan Pecinan Semarang
Kelenteng Siu Hok Bio merupakan kelenteng tertua di Pecinan Semarang yang dibangun 1753.
Editor: Malvyandie Haryadi
Ketakutan warga akan terulangnya kerusuhan yang pernah terjadi membuat mereka tak banyak beraktivitas malam.
Bahkan, tak sedikit yang memilih hijrah ke daerah lain di Semarang, yang dirasa lebih netral.
“Menjelang magrib, semua rumah tutup rapat. Ujung-ujung jalan penghubung dengan kawasan luar (Pecinan) diportal. Suasana malam di sini selalu mencekam, seperti kota mati,” ungkap Dharmadi, sekretaris Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis).
Satu-satunya kegiatan malam di kawasan Pecinan kala itu adalah perayaan malam Ji Kao Meh, yakni malam dimana warga Tionghoa belanja kebutuhan untuk perayaan Imlek.
Beberapa kali pelaksanaannya aman dan pemerintah mulai memberi ruang serta jaminan perlindungan, warga menjadikan Ji Kao Meh sebagai titik revitalisasi kawasan Pecinan.
“Kami melihat, malam Ji Kao Meh bukan hanya ajang bertemunya penjual dan pembeli untuk mempersiapkan keperluan Imlek namun di sana ada reuni. Ada interaksi menjodohkan anak, para remaja juga saling melirik dan yang paling utama, ada saling bertegur sapa. Interaksi inilah yang menurut kami bisa menghidupkan lagi kawasan Pecinan,” terangnya.
Pemikiran menggelar kegiatan yang bisa mempertemukan lebih lama warga Pecinan pun muncul.
Mereka menyelenggarakan Pasar Imlek Semawis. Pasar malam ini digelar sepekan penuh sebelum Tahun Baru Imlek datang.
Kini, Waroeng Semawis yang digelar setiap Jumat-Minggu pukul 18.00-24.00 tak pernah sepi pengunjung.
Pusat kuliner di Gang Warung ini menyuguhkan beragam kuliner lokal Semarang dan oriental.
Namun, ada pula yang menjual aksesoris serta menyediakan hiburan karaoke.