Tengkleng Bu Edi di Pasar Klewer yang Legendaris, Belum Buka Saja Pembelinya Sudah Antre
Sebelum di antara Masjid Agung dan Pasar Klewer, usaha tengkleng yang dimulai sekitar 1971 oleh nenek Bu Edi ini dimulai dari Pasar Klewer.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Suharno
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Sebuah tenda biru di samping gapura Pasar Klewer dipenuhi belasan orang.
Ada yang duduk di bangku tanpa meja sambil membawa sebuah pincuk (wadah makan dari daun pisang), ada pula yang berbaris antre menghadap penjual yang menyiapkan tengkleng pesanan.
Tengkleng Bu Edi Klewer. (Tribun Jateng/Suharno)
Pemandangan ini biasa dilihat di warung tengkleng Bu Edi di Pasar Klewer.
Tengkleng merupakan hidangan khas Solo menyerupai gulai namun memiliki kuah lebih encer dan berisi tulang kambing dengan sedikit daging yang menempel.
Sebelum membuka lapak di antara Masjid Agung dan Pasar Klewer, usaha tengkleng yang dimulai sekitar 1971 oleh nenek Bu Edi ini dimulai dari keliling Pasar Klewer.
"Nenek Bu Edi menggendong wadah tengkleng dan menjual secara berkeliling sekitar lima tahun," ungkap Sulistri (34), generasi keempat pengelola warung tengkleng Bu Edi.
Akhirnya, pada 1980-an, Nenek Bu Edi memilih menetap di lokasi yang sekarang menjadi warung tengkleng Bu Edi hingga terkenal.
Selain kelezatan yang tak diragukan, cara penyajian tengkleng di atas pincuk memberi kenikmatan.
Tengkleng Bu Edi Klewer. (Tribun Jateng/Suharno)
Pembeli bisa menyeruput kuah langsung dari pincuk sambil duduk maupun berdiri. "Sehari, kami bisa menyediakan 300-an porsi," ujar Sulistri.
Biasanya, Sulistri membuka lapak sekitar pukul 12.00 WIB.
Namun, belum sempat lapak dibuka, calon pembeli sudah antre karena khawatir kehabisan.
Tiga hingga empat jam lapak dibuka, tengkleng Bu Edi pun ludes diserbu pembeli.
"Kadang, sejam juga sudah habis. Kasihan pembeli yang sudah antre dan tidak kebagian. Apalagi kalau mereka dari luar Kota Solo," ungkapnya.
Sekali berjualan, dia membawa empat sampai lima panci tengkleng berukuran besar.
Pembeli bisa meminta bagian tulang atau organ kambing yang diinginkan.
Di antaranya, iga, lidah, sumsum, kaki, mata, pipi dan jeroan (organ bagian dalam).
"Sekali jualan, biasanya habis 60 sampai 70 kepala kambing. Kami jual sepincuk (seporsi) seharga Rp 25 ribu, bisa pakai nasi atau tidak," sambungnya.
Selain kepala kambing yang sudah dipotong-potong, tengkleng Bu Edi memiliki komposisi tulang kambing seberat 50 kilogram, 80 buah kaki kambing, dan 20 kilogram jeroan kambing.
Sulistri mengaku, sebenarnya tidak ada bumbu rahasia. Dia memasak berdasarkan resep yang digunakan turun temurun.
Bumbu yang digunakan pun sederhana, berupa bawang merah, bawang putih, kemiri, merica, ketumbar, lengkuas, dan jahe.
Tengkleng olahan Bu Edi digemari berbagai kalangan, mulai masyarakat umum sampai pejabat.
Di antaranya, mantan walikota Solo yang sempat menjadi Gubernur DKI Jakarta dan kini menjadi presiden RI, Joko Widodo.
Pihaknya sering diminta mengantar atau memasak tengkleng di rumah dinas walikota Solo, Loji Gandrung.
Juga, mengantar ke Jakarta tempat Jokowi berdinas, saat Idul Fitri.
Tak hanya Jokowi, tengkleng Bu Edi juga disuka mantan pejabat asal Solo, di antaranya Wiranto dan Harmoko.
Keluarga besar mereka seringkali memesan tengkleng Bu Edi di acara-acara penting.
Ketenaran tengkleng Bu Edi yang lezat juga mengundang rasa penasaran penikmat kuliner, Muhamad Aziz.
Pembeli asal Yogyakarta ini tak pernah melewatkan tengkleng Bu Edi saat berkunjung ke Solo.
"Kebetulan ada kerjaan di Solo, sekalian mampir. Saya paling suka (tengkleng) lidah, terus pipi dan iga. Meski di Yogyakarta ada tapi rasanya tidak seenak di sini. Yang jelas, belum lengkap rasanya kalau ke Solo tidak mampir ke sini (warung tengkleng Bu Edi)," ujar warga Godean ini.
Selain di gapura Pasar Klewer, warung tengkleng Bu Edi bisa ditemui di kawasan wisata kuliner Gladag Langen BOgan (Galabo) di Jalan Mayor Sunaryo dan sekitar Pasar Jongke, Laweyan.
Tersebar di Pelosok Kota
Olahan daging kambing memang banyak digemari.
Di Solo, bahan ini tak hanya diolah sebagai tengkleng atau satai.
Varian lain, berupa tongseng dan satai buntel, juga menjadi favorit.
Biasanya, warung yang menjual menyediakan semua atau kombinasi beberapa varian tersebut.
Berikut lokasi olahan kambing di Solo yang memiliki banyak penggemar.
1. Tengkleng Bu Edi
Gapura Pasar Klewer, Jalan Radjiman
Buka: 12.00-16.00 WIB
2. Warung Sate Kambing Bu Hj Bejo
Jalan Sebakung (Jalan Perunggu 10), Lojiwetan
Telp: (0271) 662282
Buka: 07.00-16.00 WIB
3. Sate Kambing Tambaksegaran Asli
Jalan Sutan Syahrir 149, (Jalan Tambaksegaran 39), Setabelan
Telp: 085293418580
Buka: 12.00-21.30 WIB
4. Sate Mbok Galak
Jalan Ki Mangunsarkoro 122, Sumber
Telp: (0271) 730042
Buka: 07.00 - 19.00 WIB
5. Tongseng Man Gullit
Jalan Parang Gesit 44 (pertigaan Jalan Dr Rajiman - Jalan Agus Salim), Sondakan
Telp: 081804436500
Buka: 07.00 - 14.00 WIB
6. Gulai Goreng Pak Samin
Jalan Diponegoro, perempatan Pasar Pon (Ngarsopura)
Telp: (0271) 639747
Buka: 06.30-14.00 WIB
7. Tongseng Buntel Pak Min Sinthong
Katangan, Seberang Masjid Riyadh, Pasar Kliwon
Telp: 0818251995
Buka: 10.00-17.00 WIB