Menengok Elder dan Obi, Bayi Orang Utan Lucu di Semboja, Kutai Kartanegara
Jumlah orang utan di Kalimantan terus berkurang seiring dengan makin masifnya industri kelapa sawit membuka lahan perkebunan baru.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, KUTAI KARTANEGARA - Aktivitas perambahan hutan oleh masyarakat dan alih fungsi hutan lindung menjadi perkebunan kelapa sawit dan tambang mineral seperti batubara membuat orangutan kehilangan habitat aslinya di Pulau Kalimantan.
Berdasarkan data 2004, orang utan di seluruh Pulau Kalimantan yang tersisa tinggal 50 ribu ekor.
Diperkirakan jumlah tersebut makin menurun seiring dengan makin masifnya industri kelapa sawit membuka lahan perkebunan baru.
Baik lewat konversi hutan alam dan hutan lindung atas restu pemerintah, termasuk dengan cara membakar lahan.
Banyak juga anak-anak orangutan yang ditangkapi warga untuk dipiara dengan cara membunuh induknya.
Sejak 2007, di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, berdiri Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS), sebuah yayasan non-profit yang selama ini aktif melakukan konservasi orangutan.
Yayasan ini secara berkala melepasliarkan orangutan ke habitat aslinya yang masih tersisa di hutan Kalimantan Timur.
Menurut drh Agus Irwanto, Project Director BOS, Rabu (27/4/2016) saat ini BOS merawat 206 ekor orangutan berbagai usia.
Satwa-satwa tersebut umumnya dari hasil penyerahan perusahaan yang merambah hutan maupun dari hasil razia petugas Badan Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur dari tangan masyarakat.
Dari 206 ekor orangutan tersebut, dua di antaranya adalah Elder dan Obi, dua bayi orangutan yang lucu nan menggemaskan.
Elder adalah bayi orangutan yang lahir di BOS dari perkawinan sepasang orangutan jantan dan betina.
Sementara, Obi adalah bayi orangutan hasil razia dari masyarakat oleh BKSDA yang diserahkan ke Yayasan Bos tahun 2010.